Tuesday, January 3, 2012

Tugas 4 Pemprov DKI Telah Kucurkan Rp 213 Miliar Dana PEMK

Hingga saat ini sudah sebanyak 248 kelurahan di DKI Jakarta telah mendapatkan dana PEMK, sejak program ini digulirkan pertama kali. Saat ini 19 kelurahan lagi yang belum mendapatkan dana program tersebut. Dana PEMK yang telah dikucurkan hingga per 5 Oktober 2011 sebesar Rp 213.413.800.00 dengan total pemanfaat awal sebanyak 86.387 mikro.

Pelaksana Harian (Plh) Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan (KUMKMP), Ratna Ningsih, mengatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 2001 hingga 2007 telah melaksanakan penyaluran dana bergulir dengan pola Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK). Salah satu kegiatan PPMK yaitu bina ekonomi, dan sejak tahun 2009, kegiatan bina ekonomi telah berubah menjadi Program PEMK.

“Sasaran dana bergulir PEMK ini diprioritaskan kepada masyarakat yang memiliki usaha untuk menghidupi kelangsungan ekonomi masyarakat yang tinggal di kelurahan yang tidak memiliki akses perbankan,” kata Ratna Ningsih di Balaikota DKI, Jakarta, Selasa (18/10/2011).

Selain itu, dana bergulir PEMK diluncurkan untuk memberikan kemudahan akses permodalan bagi masyarakat kelurahan. Juga untuk meningkatkan kemampuan kewirausahaan, perekonomian rakyat serta dapat menciptakan lapangan kerja baru. Ratna memaparkan, program dana bergulir PEMK sudah disalurkan selama dua tahun, yaitu tepatnya pada 30 Oktober 2009 dengan nilai Rp 7,98 miliar untuk 16 Koperasi Jasa Keuangan (KJK) PEMK dengan pemanfaat 3.549 usaha mikro.

Lalu pada Oktober 2010, dana bergulir PEMK yang telah disalurkan ke warga kelurahan menjadi Rp 105,499 miliar untuk 176 KJK PEMK dengan pemanfaatan sebanyak 43.176 usaha mikro. Pengucuran dana bergulir PEMK terus meningkat, hingga per 5 Oktober 2011, dana yang disalurkan telah mencapai Rp 213,413 miliar yang diterima 248 KJK PEMK dengan pemanfaat dana sebesar 86.387 usaha mikro.

Dilihat dari perkembangan selama dua tahun, Ratna menyimpulkan, terjadi peningkatan penyaluran dana bergulir yang cukup besar di tahun 2011 bila dibandingkan pada tahun 2009 yaitu sebanyak 2.574 persen. Dan sebesar 102 persen bila dibandingkan dengan dana bergulir pada tahun 2010 pada periode yang sama.

“Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dengan adanya dana bergulir PEMK, sebanyak 86.387 usaha mikro telah mendapat kemudahan memperoleh dana untuk modal usaha. Jumlah usaha mikro tersebut akan terus bertambah, sehingga tentunya akan memberikan dorongan bagi pertumbuhan ekonomi ibu kota,” ujarnya.

Kendati demikian, Ratna menegaskan dana bergulir PEMK bukan merupakan dana hibah, melainkan berupa pinjaman yang harus dikembalikan warga Jakarta untuk dikelola kembali. Dengan dilakukan sosialisasi yang dilakukan KJK PEMK dan Dinas KUMKP DKI secara bertahap, para pengusaha mikro menyadari dana bergulir PEMK harus dikembalikan lagi. Hingga saat ini, dana yang sudah dikembalikan oleh KJK PEMK sebesar Rp 57,724 miliar dari total dana bergulir yang sudah disalurkan sebesar Rp 213,413 miliar.

Analisis
Menurut pendapat saya dari hasil kajian artikel diatas mengenai Pengucuran Dana PEMK sebesar Rp 213,413 Miliar oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah dapat membantu Indonesia dalam bidang perekonomian. Sebanyak 248 kelurahan di DKI Jakarta telah mendapatkan dana PEMK telah membuktikan bahwa penyaluran dana PEMK sudah dapat dikatakan berjalan sesuai aturan, walau masih terdapat 19 kelurahan lagi yang belum mendapatkan dana program tersebut.

Selain itu, sasaran dana yang diberikan sudah tepat karena hal ini dapat menunjang perekonomian Indonesia untuk lebih baik lagi. Dana yang diberikan dapat digunakan oleh masyarakat yang memiliki usaha untuk meneruskan usahanya dan masyarakat yang mencari modal untuk memulai usaha. Dengan demikian, masyarakat akan semakin terpacu untuk berwirausaha serta lapangan kerja baru akan semakin banyak tercipta sehingga angka pengangguran akan semakin berkurang.

Dana PEMK yang sudah dikembalikan oleh KJK PEMK sebesar Rp 57,724 Miliar dari total dana bergulir yang sudah disalurkan sebesar Rp 213,413 Miliar. Hal ini menunjukkan bahwa dana PEMK dapat dikatakan telah dipergunakan secara efektif dan efisien.

Sumber : http://m.inilah.com

[Tulisan] Permasalahan Koperasi di Indonesia Saat Ini?

Koperasi sebagai salah satu unit ekonomi yang didasarkan atas asas kekeluargaan dewasa ini telah mengalami perkembangan yang pesat .Tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. Eksistensi koperasi sejak zaman dulu sampai sekarang telah banyak berperan dalam pembangunan khususnya di Indonesia dan umumnya di dunia.

Sebagai gerakan ekonomi rakyat yang menyatukan kaum ekonomi lemah ,koperasi telah membantu membangun ekonomi negara – negara di dunia baik negara maju maupun negara berkembang. Bahkan sekarang koperasi di negara – negara maju tidak hanya sebagai unit ekonomi kecil lagi tetapi sudah berkembang menjadi unit ekonomi yang besar, strategis dan punya daya saing dengan perusahaan – perusahaan skala besar.

Begitupun di Indonesia, koperasi menjadi salah satu unit ekonomi yang punya peran besar dalam memakmurkan negara ini sejak zaman penjajahan sampai sekarang. Hanya saja perkembangan koperasi di Indonesia walaupun terbilang lumayan pesat tetapi pekembanganya tidak sepesat di negara – negara maju ,ini dikarenakan beberapa hal yaitu:

1.  Imej koperasi sebagai ekonomi kelas dua masih tertanam dalam benak orang – orang Indonesia sehingga, menjadi sedikit penghambat dalam pengembangan koperasi menjadi unit ekonomi yang lebih besar ,maju dan punya daya saing dengan perusahaan – perusahaan besar.

2.  Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari atas (bottom up) tetapi dari atas (top down),artinya koperasi berkembang di indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di luar negeri, koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling membantu memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi itu sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja. Di Indonesia, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti akan manfaat dan tujuan dari koperasi.

3.  Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus, karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya sendiri terhadap pengurus.

4.  Manajemen koperasi yang belum profesional, ini banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. contohnya banyak terjadi pada KUD yang nota bene di daerah terpencil. Banyak sekali KUD yang bangkrut karena manajemenya kurang profesional baik itu dalam sistem kelola usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun finansialnya. Banyak terjadi KUD yang hanya menjadi tempat bagi pengurusnya yang korupsi akan dana bantuan dari pemerintah yang banyak mengucur. Karena hal itu, maka KUD banyak dinilai negatif dan disingkat Ketua Untung Duluan.

5.  Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi bantuan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan tidak mandiri hanya menunggu bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain merugikan pemerintah bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan dengan sistem pengawasan nya yang baik, walaupun dananya bentuknya hibah yang tidak perlu dikembalikan. Dengan demikian akan membantu koperasi menjadi lebih profesional, mandiri dan mampu bersaing.

Itulah penyebab-penyebab kenapa perkembangan koperasi di Indonesia belum maksimal. Tetapi analisis masalah tadi bukan lah yang utama, justru yang utama jika ingin koperasi maju adalah sebagai generasi penerus bangsa di masa depan tentunya kita harus berperan aktif dalam pengembangan koperasi di negeri ini. Salah satunya melalui keikutsertaan dalam koperasi, mempelajari dan mengetahui tentang perkoperasian secara lebih mendalam, karena percuma kalau hanya ”OMDO” alias omong doang seperti politikus-politikus yang hanya mencari popularitas depan televisi atau bahasa halusnya NATO (No Action Talk Only)

Oleh : Eva Moenisa
Sumber : http://www.formasi-indonesia.or.id

[Tulisan] Koperasi, Peluang dan Tantangan

Bermacam produk impor makin menguasai pasar sejalan dengan globalisasi ekonomi, pertumbuhan ekonomi lambat dan tidak mengalami peru­bahan struktur, tingkat ke­miskinan penduduk sulit di­turun­kan, investasi semakin didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar, nilai tukar petani dan nelayan berkembang lambat dan tingkat pengang­guran bergeser  ke pengang­guran terdidik yang semakin tinggi. Inilah fenomena kehi­dupan saat ini yang tentu saja sangat memprihatinkan kita semua.

Yang membuat kita miris, Indonesia negara agraris yang subur yang dikelilingi lautan yang amat luas dengan potensi laut yang nilainya tak terkira, tetapi ketergantungan masya­rakat terhadap produk impor masih sangat tinggi. Bahkan produk pangan seperti buah-buahan, jagung, kedelai, kacang tanah,  begitu sangat leluasa menerobos hingga ke pasar-pasar tradisional, tak terkecuali di Sumatra Barat. 

Begitu pula halnya dengan barang-barang elektronik, peralatan rumah tangga, papan, sampai alas kaki, begitu menye­bar hingga ke pelosok negeri dengan harga bersaing.

Fenomena kehidupan itu, disebabkan beberapa faktor  utama,antara lain sistem eko­nomi semakin terbuka dan liberal, kurangnya keseriusan dalam membangun ekonomi kerakyatan, pengembangan koperasi diabaikan dan semakin kabur dan politik semakin tidak jelas arahnya mau ke­mana.

Lantas, di mana peranan koperasi, yang selama se­nantiasa didengungkan sebagai sokoguru ekonomi  yang mam­pu mensejahterakan masya­rakat, terutama anggotanya? Bagaimana kekuatan koperasi untuk menghadang arus glo­balisasi yang semakin deras?

Tuntutan terhadap koperasi sangat besar—mensejahterakan masyarakat—tetapi perhatian pemerintah terhadap koperasi masih sangat kurang. In­dika­tornya, anggaran untuk  kope­rasi melalui Dinas Koperindag Sumbar misalnya,  sangat kecil, maksimal hanya 1,5 persen dari APBD Sumbar, itupun ter­masuk gaji PNS.
Berbagai program peme­rintah yang berpihak pada rakyat jelata, terkesan hanya berupa hembusan angin surga. Janji tinggal janji. Sementara koperasi makin diabaikan.

Sebagai gambaran, dari total 3.475 koperasi  di Sumbar (data  akhir 2009)  terdapat 1.063 koperasi tidak aktif atau meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2008 hanya 962 koperasi.  Jumlah anggota justru bertambah dari 540.418 orang pada 2008 menjadi 560.521 orang akhir 2009.

Begitu pula halnya dengan modal sendiri yang dimiliki koperasi di Sumbar hingga akhir 2009 mencapai Rp1,134 triliun atau meningkat dari 2008 hanya Rp978 miliar lebih. Modal luar naik dari Rp532 miliar lebih pada 2008 jadi Rp767 miliar pada akhir 2009. Volume usaha naik tajam dari Rp1,27 triliun pada 2008 menjadi Rp2,178 triliun pada 2009. Peningkatan volume usaha dan modal juga diikuti oleh SHU dari Rp75 miliar lebih pada 2008 jadi Rp91,1 miliar pada 2009.

Perkuat Kelembagaan

Karena itu, ada dua hal pokok yang harus dilakukan untuk memperkuat dan mema­jukan koperasi agar koperasi mampu  berperan lebih mak­simal dalam membangun eko­nomi rakyat. Pertama ada­lah perkuatan kelembagaan secara internal dan secara eksternal.  Ada tiga pilar untuk per­kuatan kelembagaan internal koperasi, yaitu membenahi organisasinya, sumber daya manusia (SDM), dan bisnis koperasi.

Pembenahan di bidang organisasi, meliputi perluasan kanggotaan, nilai-nilai koperasi, tugas dan fungsi pokok serta struktur dan tanggung jawab. Nilai koperasi adalah kese­tiakawanan dan solidaritas. Itulah yang merosot saat ini. Nah iniulah yang harus di­bangkitkan kembali.

Sejalan dengan itu,  perlu mendata kembali  atau me­ngklasifikansikan koperasi sesuai dengan kualitasnya. Misalnya  menetapkan ko­perasi-koperasi unggulan de­ngan berbagai kriteria yang ditetapkan, antara lain tentang bidang usaha, anggota, volume usaha serta penyelenggaraan rapat anggota tahunan (RAT).

Kemudian, pembinaan le­bih difokuskan pada koperasi-koperasi unggulan tersebut, dengan harapan koperasi-koperasi unggulan tersebut dapat mendatangkan inpirasi atau tempat berdiskusi bagi koperasi yang masih lemah dalam upaya mengantisipasi berbagai kekurangan yang harus dibenahi. Artinya, ko­perasi unggulan mampu mem­berikan kontribusi pe­mikiran dan kiat serta ide-ide cmerlang bagi koperasi dilingkungannya.

Kemudian di bidang SDM, personal kepengurusan harus yang punya keterampilan manajerial, karyawan yang berkualitas serta mutu keang­gotaan yang tinggi.

Bila pengurus belum mem­punyai kemampuan, se­baiknya pengelolaan koperasi diserah­kan kepada seorang manager profesional dengan penggajian sistem bagi hasil. Dengan istem bagi hasil,  sang manager akan merasa tertantang, dan berusaha mengembangkan usaha yang dapat memberikan kontribusi maksimal yang pada gilirannya sang manager akan mem­peroleh penghasilan lu­mayan.

Berkarier di Koperasi
Apa salahnya manager dibayar mahal, kalau dia memang mampu men­da­tang­kan keuntungan yang besar bagi koperasi. Bukan manager sekedar numpang hidup di koperasi. Dengan demikian, koperasi akan jadi menarik bagi generasi muda, karena koperasi akan bisa dijadikan harapan masa depan.Realita sekarang, betapa banyak anak muda terdidik yang jadi pengguran yang jumlahnya kian tahun makin meningkat. Sungguh memprihatinkan.

Sementara anggota harus paham benar dengan hak dan kewajibannya. Selama ini, terkesan sebagian besar anggota hanya tahu dengan hak, tetapi lalai dengan kewajiban, bahkan diundang  RAT tidak hadir. Maunya meminjam di koperasi, tetapi simpanan wajib me­nunggak. Inilah salah satu penyebab terjadi tunggakan di koperasi.

Karena itu, sosialisasi koperasi harus lebih difokuskan pada hak dan kewajiwan ang­gota terhadap koperasi. Harus seimbang antara hak dan kewa­jiban. Selama ini terkesan, yang disampaikan yang muluk-muluk dan yang indah saja. Misalnya, ko­perasi mampu men­se­jah­terakan anggota, koperasi soko guru ekonomi.

Hal itu harus diubah. Ko­perasi bukan murahan, karena itu kemampuan anggota harus ditingkatkan. Dan sebaliknya, koperasi harus melayani ang­gotanya. Kalau tidak buat apa jadi anggota koperasi, akhirnya kabur atau mengehnti jadi anggota koperasi. Jadi, harus ada jalinan yang kuat antara pengurus dengan anggota.

Kemudian, bisnis koperasi, harus mempunyai daya pikat, fokus dalam bidang usaha. Kalau manajeman lemah,  unit usaha banyak,  Koperasi seperti itu tak akan bertahan lama.

Yang lebih penting lagi adalah, usaha harus disesuaikan dengan kemampuan sehingga tak larut dalam mimpi-mimpi. Dan usaha yang  berkelanjutan, bukan usaha sesaat atau insi­dentil. Makanya, usaha yang ideal adalah usaha yang ada ketergantungan anggota  pada koperasi atau ada kerkaitan dengan kebutuhan anggota.

Yang terjadi di Sumbar kini ada musang berbulu ayam. Tampilannya koperasi, tetapi prakteknya rentenir. Praktem semacam itu harus ditertibkan, karena  merusak citra koperasi. (Sesuai dengan Pasal 18 ayat 1, PP No. 9 Tahun 1995, kegiatan usaha simpan pinjam dilaksanakan dari dan untuk anggota, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan anggotanya. Kenyataan di lapangan, masih ada ko­perasi yang memberikan pe­layanan kepada bukan ang­gotanya).

Bila ketiga pilar tersebut dapat dijalankan dengan baik, akan memberikan dampak terhadap pihak terkait, anggota merasa terlindungi dari berbagai ancaman, adanya jaminan ketersediaan barang dan jasa  kebutuhan anggota dengan mutu dan harga menarik. Kemudian promosi anggota dan pengurus dalam kehidupan kemasyarakatan yang juga memberikan perbaikan ke­hidupan pengelola dan pe­kerja.

Sebaliknya, bila ketiga pilar tersebut tidak bersinergi, an­camannya adalah,  mun­culnya suara-suara sum­bang yang me­rugi­kan, anggota men­jadi apatis dan kemudian berpaling lalu keluar dari keanggotaan. “Itu tentu akan merugikan koperasi, sekaligus memun­culkan citra buruk pada ko­perasi”.

Koperasi Unggulan
Tanpa mengenyampingkan 1.063 koperasi tidak aktif di Sumbar, 2.412 koperasi yang aktif saja perlu instrosfeksi dan mengevaluasi diri: apakah potensi yang dimiliki koperasi sudah dapat digarap secara maksimal untuk men­sejah­terakan anggotanya?

Kita mengakui, dari sekian banyak koperasi, tak sedikit pula yang telah mem­berikan kontribusi ter­hadap masya­rakat terutama ang­gotanya, baik di sektor eko­nomi, pendidikan, penye­rapan tenaga kerja dan kegiatan sosial,  baik KP-RI (Koperasi Pegawai Republik Indonesia), Koperasi Unit Desa (KUD), Koperasi Serba Usaha (KSU), Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Ko­perasi Pedagang Pasar (Kop­pas),
Koperasi Industri Kerajinan Rakyat (Kopinkra)  dan ber­bagai jenis koperasi lainnya.

Karena itu, pendataan kem­bali koperasi  sesuai de­ngan mutunya sangatlah pen­ting. Misalnya, meng­klasi­fikasikan koperasi unggulan sesuai de­ngan kriterianya.

Pembinaan lebih difo­kus­kan pada koperasi-koperasi unggulan tersebut, dengan harapan koperasi-koperasi unggulan tersebut dapat men­datangkan inpirasi atau tempat berdiskusi bagi koperasi yang masih lemah dalam upaya mengan­tisipasi berbagai ke­kurangan yang harus dibenahi. Artinya, koperasi unggulan mampu memberikan kontribusi pemikiran dan kiat serta ide-ide cemerlang bagi koperasi dilingkungannya.

Pengamatan saya, di antara koperasi yang pantas dimasuk­kan dalam kategori unggulan adalah: (1) Koppas AIPT Padang Panjang misalnya, yang diketuai oleh H. Mawardi. Meski ketuanya tamat SMEA, tetapi mampu mengembangkan koperasi yang dipimpinnya. Melalui berbagai unit usaha, termasuk unit simpan pinjam, Mawardi sangat dipercaya anggotanya yang akhir 2009 mencapai 341 orang, sebagian besar pedagang.  Volume usaha mencapai Rp18 Miliar.

(2) KSU As Sa’adah Jorong Surau Lauik Kenagarian Pa­nam­puang, Kecamatan Am­pek Angkek, Agam. Pin­jaman yang diberikan kepada ang­gotanya tahun 2009 men­capai Rp1,2 miliar lebih, tetapi tak ada tunggakan.

(3) KUN Tujuh Koto Tala­go II. Bila koperasi dikelola dengan baik, masyarakat pun merasa rugi kalau tak ‘sato sakaki’. Paling tidak, inilah yang dibuktikan oleh Koperasi Unit Nagari Tujuah Koto Talago Duo, Kecamatan Guguak, Kabupaten Lima Puluh Kota.

(4)Koperasi Industri Ke­rajinan Rakyat (Kopinkra) Silungkang Kota Sawahlunto yang sempat  ‘mati suri’ ber­tahun-tahun, lalu bangkit dan terus mengalami kemajuan, setelah pengurus dirombak melalui rapat anggota pada November tahun 2000. Lima  tahun kemudian, koperasi diketuai oleh H. Fidal Kasim, 67 tahun, mampu mengimpor sutera alam dari Cina dan benang mercerizet dari Singa­pura untuk memenuhi ke­butuhan anggotanya yang se­bagian besar bergerak di bidang usaha pertenunan.

(5) KSP Gunung Jantan yang berkantor Kenagaraian Pulut-pulut Kecamatan IV Nagari Bayang Utara, sekitar 30 kilometer dari Painan, ibukota Pesisir Selatan. Berang­gotakan 250 orang, sebagian besar petani.

(6) Koperasi Angkutan Barang Pelabuhan (Ko­pan­bapel) Teluk Bayur Padang. Diketuai oleh Syafrizal alias Bujang, yang juga tak tamat SD. Tetapi, koperasi berang­gotakan pengusaha dan sopir truk pelabuhan itu mam­pu me­ngangkat sopir jadi pe­ngusaha. Hebatnya,  sejak koperasi ini dibentuk Januari 1992, berang­gotakan 60 orang dengan mengerahkan hanya 70 armada truk,  hingga kini belum pernah menerima bantuan permodalan dari pemerintah, tetapi asetnya terus bergerak naik, hingga akhir 2008 men­capai Rp1,8 miliar lebih dan sisa hasil usaha  (SHU) Rp342 juta lebih atau meningkat dari tahun 2007 hanya Rp339 juta lebih. Ar­mada yang dio­perasikan lebih dari  400 unit truk—sekitar 30 persen be­rusia tua. Kini anggotanya lebih 400 orang.

Oleh Rusdi Bais
Sumber : http://www.harianhaluan.com

[Tulisan] Memberdayakan Koperasi, Mensejahterakan Rakyat

‘Koperasi Kuat Rakyat Sejahtera’ demikian tema peringatan Hari Koperasi ke 64 tahun 2011. Melalui tekad dan semaangat yang terkandung didalamnya, diharapkan koperasi dapat menjadi penggerak ekonomi rakyat dan juga soko guru perekonomian nasional, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Demikian sambutan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI yang dibacakan oleh Wakil Walikota Batam, Rudi, SE  pada upacara Peringatan Hari Koperasi ke 64 tingkat kota Batam Selasa (12/7) dilapangan Engku Putri Batam Centre.
“Pada kesempatan ini kami mengajak semua instansi Pemerintah, BUMN, Badan Usaha milik swasta dan lembaga terkait di daerah untuk bersinergi dalam memberdayakan koperasi Indonesia,” kata Rudi.
Perkembangan kinerja koperasi di seluruh Indonesia selama ini cukup menggembirakan. Sampai dengan Juni 2011 sebanyak 186.907 koperasi, dengan anggota 30.472.000 orang, volume usaha sebesar Rp.97,276 triliun, serta modal sendiri Rp. 30,102 trilyun. Jika dibandingkan dengan keragaan tahun 2010, untuk jumlah koperasi terdapat kenaikan sebesar 5,31%, jumlah anggota naik 0,04%, jumlah modal sendiri dan volumeudaha menunjukan pula kenaikan masing-masing sebesar 17,12% dan 26,63%, demikian disebutkan Rudi.
Melalui peringatan hari koperasi ke-64 ini diharapkan dapat lebih membangkitkan semangat dan tekad bagi kita semua khususnya bagi penggiat koperasi seluruh Indonesia untuk meningkatkan kinerjanya sehingga menjadi kekuatan ekonomi rakyat yang mandiri, kreatif dan inovatif untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Pada acara Puncak Peringatan Hari Koperasi ke-64, Selasa (12/7) di Istora Senayan Jakarta, Kota Batam juga mendapat 2 (dua) Penghargaan dari Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Penghargaan Bakti Koperasi dan UKM yang diberikan kepada Bapak Ahmad Dahlan selaku Walikota Batam atas bakti, kontribusi dan kebijakan yang telah dilaksanakan yang dipandang pro ekonomi kerakyatan ini.
Selain itu Koperasi Karyawan Shimano Batam yang terletak kawasan Insudtri Batamindo  Kecamatan Sungai Beduk juga berhasil terpilih sebagai Koperasi Berprestasi Tingkat Nasional dan Koperasi Penerima Award Tahun 2011.
Usai mengikuti upacara, Rudi menyerahkan piagam penghargaan kepada Koperasi Berprestasi, Koperasi Unit Ekonomi Desa-Simpan Pinjam (UED-SP) dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Patuh serta Pasar Peduli Kebersihan.
Penghargaan bagi Koperasi berprestasi masing masing diberikan kepada Kopkar Shimano Batam, Kopkar PT. Sekupang Makmur Abadi dan Kopkar Nurul Islam. Penghargaan UED-SP dan UKM Patuh diberikan kepada Koperasi Singguling Batam, Mitra Permai, Sunarman, Megawati, Sofia Neti dan Dian Yulinawati. Kemudian, penghargaan bagi pasar peduli kebersihan diberikan kepada Pengelola Pasar Penuin, Pasar Botania Garden dan Pasar Avava Fresh.
Pada kesempatan tersebut, Rudi juga menyerahkan secara simbolis bantuan peralatan kerajinan bambu yang diserahkan kepada perwakilan UKM pengerajin bambu dari kelurahan Pemping Kecamatan Belakangpadang.
Pembukaan Gerakan Koperasi dan UMKM Expo
Masih dalam rangkaian kegiatan peringatan Hari Koperasi ke-64 tingkat Kota Batam, Dekopinda menggelar pameran bertajuk Gerakan Koperasi dan UMKM Expo. Bertempat di Atrium Kepri Mall, Batam Centre, Expo di buka langsung oleh Wakil Walikota Batam, Rudi, SE.
Pameran yang diramaikan oleh 24 stand tersebut akan menampilkan produk-produk unggulan yang dihasilkan oleh UKM dan Koperasi dari berbagai Instansi di Kota Batam. Pameran ini akan digelar selama 2 hari, dan juga akan di ramaikan oleh pemilihan Putri Koperasi. Demikian disampaikan ketua panitia kegiatan, Setyasih Priherlina.
Rudi dalam sambutannya menyampaikan bahwa Koperasi merupakan penggerak perekonomian rakyat yangsangat tangguh. “Hal ini dikarenakan koperasi memiliki sumber dana yang juja tangguh, yaitu dari seluruh anggotanya. Untuk menjalankannya yang terpenting adalah mentalitas pengurus yang harus jujur dan sehat,” jelasnya.
Rudi juga mengajak kepada Pengurus Dekopinda Kota Batam yang baru saja dilantik, agar turut membantu memberdayakan masyarakat yang ada di wilayah Hinterland melalui koperasi. Karena koperasi sebagai lembaga perekonomian wilayah hinterland diharapkan dapat mendorong perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Batam
Sumber : http://humasbatam.com

[Tulisan] Koperasi Belum Jadi Pilar Ekonomi Nasional

Masyarakat Koperasi Indonesia menilai sebagian besar anggota koperasi Indonesia masih kekurangan dibandingkan dengan negara-negara lain yang perkembangannya setara dengan Indonesia.
Avi Taufik Hidayat, Sekretaris Jenderal Masyarakat Koperasi Indonesia (MKI), mengatakan kedudukan Indonesia dalam konteks perekonomian bangsa-bangsa dunia bahkan cenderung semakin terpinggirkan.
"Ekonomi Indonesia berada pada posisi ke-16 dunia dari 182 negara. Dengan jumlah penduduknya hampir mencapai 240 juta, akan tetapi pendapatan per kapita penduduknya menempati posisi 157 dunia," ujarnya kepada Bisnis hari ini.
Menurut dia, setelah MKI mencermati ke lapangan, kondisi riil yang dicita-citakan melaluui koperasi, terutama para pendiri yang menjadikan koperasi sebagai salah satu gerakan mensejahterakan rakyat, ternyata tidak berdaya di tengah gemuruhnya konglomerasi dan oligarki ekonomi.
Peranan koperasi yang diharapkan menjadi soko guru perekonomian semakin tercecer di belakang. Nilai kejujuran dan kerja sama yang menjadi fondasi perkembangan ekonomi rakyat, yakni koperasi, semakin tergerus oleh konsumerisme.
"Hal ini memperkuat kami bahwa perkoperasian nasional harus segera ditata kembali. Baik dari segi perundang-undangan, regulasi maupun infrastruktur serta faktor-faktor penunjang lainnya," tukas Avi.
Untuk itu, MKI telah menetapkan sedikitnya enam program kerja yang diusung untuk melakukan perbaikan. Di antaranya, melakukan sosialiasi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh koperasi pada umumnya.
Kemudian menyelenggarakan diskusi bulanan untuk membahas berbagai isu ekonomi yang terkait dengan kegiatan koperasi. Khususnya yang terkait demean penataan kelembagaan, termasuk pendidikan terhdap para kader-kader koperasi.
Selanjutnya melaksanakan pertemuan tahunan untuk mengevaluasi kinerja serta program kerja ke depan. Mencakup organ-organ organisasi koperasi yang berada di bawah MKI seperti Koperasi Mataholang, Center for Microfinance Studies  dan Development (CMSD).
"Kami juga menyelenggarakan konfrensi internasional tentang koperasi sejalan dengan yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa 2012 adalah hari koperasi internasional," lanjut Avi.

Jakarta
Oleh : Mulia Ginting Munthe
Sumber : http://www.bisnis.com

Monday, January 2, 2012

[Tulisan] Pasang Surut Perkembangan Koperasi di Dunia dan di Indonesia

Latar Belakang 

Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya. Di negara berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang diperlukan.

Pada saat ini dengan globalisasi dan runtuhnya perekonomian sosialis di Eropa Timur serta terbukanya Afrika, maka gerakan koperasi di dunia telah mencapai suatu status yang menyatu di seluruh dunia. Dimasa lalu jangkauan pertukaran pengalaman gerakan koperasi dibatasi oleh blok politik/ekonomi, sehingga orang berbicara koperasi sering dengan pengertian berbeda. Meskipun hingga tahun 1960-an konsep gerakan koperasi belum mendapat kesepakatan secara internasional, namun dengan lahirnya Revolusi ILO-127 tahun 1966 maka dasar pengembangan koperasi mulai digunakan dengan tekanan pada saat itu adalah memanfaatkan model koperasi sebagai wahana promosi kesejahteraan masyarakat, terutama kaum pekerja yang ketika itu kental dengan sebutan kaum buruh. Sehingga syarat yang ditekankan bagi keanggotaan koperasi adalah “Kemampuan untuk memanfaatkan jasa koperasi”. Dalam hal ini resolusi tersebut telah mendorong tumbuhnya program-program pengembangan koperasi yang lebih sistematis dan digalang secara internasional.

Pada akhir 1980-an koperasi dunia mulai gelisah dengan proses globalisasi dan liberalisasi ekonomi dimana-mana, sehingga berbagai langkah pengkajian ulang kekuatan koperasi dilakukan. Hingga tahun 1992 Kongres ICA di Tokyo melalui pidato Presiden ICA (Lars Marcus) masih melihat perlunya koperasi melihat pengalaman swasta, bahkan laporan Sven Akheberg menganjurkan agar koperasi mengikuti layaknya “private enterprise”. Namun dalam perdebatan Tokyo melahirkan kesepakatan untuk mendalami kembali semangat koperasi dan mencari kekuatan gerakan koperasi serta kembali kepada sebab di dirikannya koperasi. Sepuluh tahun kemudian Presiden ICA saat ini Roberto Barberini menyatakan koperasi harus hidup dalam suasana untuk mendapatkan perlakuan yang sama “equal treatment” sehingga apa yang dapat dikerjakan oleh perusahaan lain juga harus terbuka bagi koperasi (ICA, 2002). Koperasi kuat karena menganut “established for last”.

Pada tahun 1995 gerakan koperasi menyelenggarakan Kongres koperasi di Manchester Inggris dan melahirkan suatu landasan baru yang dinamakan International Cooperative Identity Statement (ICIS) yang menjadi dasar tentang pengertian prinsip dan nilai dasar koperasi untuk menjawab tantangan globalisasi. Patut dicatat satu hal bahwa kerisauan tentang globalisasi dan liberalisasi perdagangan di berbagai negara terjawab oleh gerakan koperasi dengan kembali pada jati diri, namun pengertian koperasi sebagai “enterprise” dicantumkan secara eksplisit. Dengan demikian mengakhiri perdebatan apakah koperasi lembaga bisnis atau lembaga “quasi-sosial”. Dan sejak itu semangat untuk mengembangkan koperasi terus menggelora di berbagai sistim ekonomi yang semula tertutup kini terbuka.

Catatan awal : “Dari sini dapat ditarik catatan bahwa koperasi berkembang dengan keterbukaan, sehingga liberalisasi perdagangan bukan musuh koperasi”.

Di kawasan Asia Pasifik hal serupa ini juga terjadi sehingga pada tahun 1990 diadakan Konferensi Pertama Para Menteri-Menteri yang bertanggung jawab dibidang koperasi di Sydney, Australia. Pertemuan ini adalah kejadian kali pertama untuk menjembatani aspirasi gerakan koperasi yang dimotori oleh ICA-Regional Office of The Asian dan Pacific dengan pemerintah. Pertemuan ini telah melicinkan jalan bagi komunikasi dua arah dan menjadi pertemuan regional yang reguler setelah Konferensi ke II di Jakarta pada tahun 1992. Pesan Jakarta yang terpenting adalah hubungan pemerintah dan gerakan koperasi terjadi karena kesamaan tujuan antara negara dan gerakan koperasi, namun harus diingat program bersama tidak harus mematikan inisiatif dan kemurnian koperasi. Pesan kedua adalah kerjasama antara koperasi dan swasta (secara khusus disebut penjualan saham kepada koperasi) boleh dilakukan sepanjang tidak menimbulkan erosi pada prinsip dan nilai dasar koperasi.

Pengalaman Koperasi Di Indonesia

Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorongan pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi “regulatory” dan “development” secara sekaligus (Shankar 2002). Ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu : (i) Program pembangunan secara sektoral seperti koperasi pertanian, koperasi desa, KUD; (ii) Lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; dan (iii) Perusahaan baik milik negara maupun swasta dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya.

Selama ini “koperasi” di­kem­bangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer dan distribusi yang memberikan lapangan kerja  terbesar ba­gi penduduk Indonesia. Sebagai contoh sebagian besar KUD  sebagai koperasi program  di sektor pertanian didukung dengan program pem­bangunan  untuk membangun KUD. Disisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan pertanian untuk swasembada beras seperti yang se­lama PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik  pem­bangunan koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah bahkan bank pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan beras pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan monopoli baru (cengkeh). Sehingga nasib koperasi harus memikul beban kegagalan program, sementara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan dari perhatian berbagai kalangan termasuk para peneliti dan media masa. Dalam pandangan pengamatan internasional Indonesia mengikuti lazimnya pemerintah di Asia yang melibatkan koperasi secara terbatas seperti disektor pertanian (Sharma, 1992).

Pengalaman Umum Kemajuan Koperasi : Mencari Determinan

Sejarah kelahiran koperasi di dunia yang melahirkan model-model keberhasilan umumnya berangkat dari tiga kutub besar, yaitu konsumen seperti di Inggris, kredit seperti yang terjadi di Perancis dan Belanda kemudian produsen yang berkembang pesat di daratan Amerika maupun di Eropa juga cukup maju. Namun ketika koperasi-koperasi tersebut akhirnya mencapai kemajuan dapat dijelaskan bahwa pendapatan anggota yang digambarkan oleh masyarakat pada umumnya telah melewati garis kemiskinan. Contoh pada saat Revolusi Industri pendapatan/anggota di Inggris sudah berada pada sekitar US$ 500,- atau di Denmark pada saat revolusi pendidikan dimulai pendapatan per kapita di Denmark berada pada kisaran US$ 350,-. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya dukungan belanja rumah tangga baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen mampu menunjang kelayakan bisnis perusahaan koperasi. Pada akhirnya penjumlahan keseluruhan transaksi para anggota harus menghasilkan suatu volume penjualan yang mampu mendapatkan penerimaan koperasi yang layak dimana hal ini ditentukan oleh rata-rata tingkat pendapatan atau skala kegiatan ekonomi anggota.
Syarat 1 : "Skala usaha koperasi harus layak secara ekonomi".

Didaratan Eropa koperasi tumbuh melalui koperasi kredit dan koperasi konsumen yang kuat hingga disegani oleh berbagai kekuatan. Bahkan 2 (dua) bank terbesar di Eropa milik koperasi yakni "Credit Agricole" di Perancis, RABO-Bank di Netherlands Nurinchukin bank di Jepang dan lain-lain. Disamping itu hampir di setiap negara menunjukkan adanya koperasi kredit yang kuat seperti Credit Union di Amerika Utara dan lain-lain. Kredit sebagai kebutuhan universal bagi umat manusia terlepas dari kedudukannya sebagai produsen maupun konsumen dan penerima penghasilan tetap atau bukan adalah "potensial customer-member" dari koperasi kredit.

Syarat 2 : "Harus memiliki cakupan kegiatan yang menjangkau kebutuhan masyarakat luas, kredit (simpan-pinjam) dapat menjadi platform dasar menumbuhkan koperasi".

Di manapun baik di negara berkembang maupun di negara maju kita selalu disuguhkan contoh koperasi yang berhasil, namun ada kesamaan universal yaitu koperasi peternak sapi perah dan koperasi produsen susu, selalu menjadi contoh sukses dimana-mana. Secara spesial terdapat  contoh yang lain seperti produsen gandum di daratan Australia, produsen kedele di Amerika Utara dan Selatan hingga petani tebu di India yang menyamai kartel produsen. Keberhasilan universal koperasi produsen susu, baik besar maupun kecil, di negara maju dan berkembang nampaknya terletak pada keserasian struktur pasar dengan kehadiran koperasi, dengan demikian koperasi terbukti merupakan kerjasama pasar yang tangguh untuk menghadapi ketidakadilan pasar. Corak ketergantungan yang tinggi kegiatan produksi yang teratur dan kontinyu menjadikan hubungan antara anggota dan koperasi sangat kukuh.

Syarat 3 : "Posisi koperasi produsen yang menghadapi dilema bilateral monopoli   menjadi akar memperkuat posisi tawar koperasi".

Di negara berkembang, termasuk Indonesia, transparansi struktural tidak berjalan seperti yang dialami oleh negara industri di Barat, upah buruh di pedesaan secara rill telah naik ketika pengangguran meluas sehingga terjadi Lompatan ke sektor jasa terutama sektor usaha mikro dan informal (Oshima, 1982). Oleh karena itu kita memiliki kelompok penyedia jasa terutama disektor perdagangan seperti warung dan pedagang pasar yang jumlahnya mencapai lebih dari 6 juta unit dan setiap hari memerlukan barang dagangan. Potensi sektor ini cukup besar, tetapi belum ada referensi dari pengalaman dunia. Koperasi yang berhasil di bidang ritel di dunia adalah sistem pengadaan dan distribusi barang terutama di negara-negara berkembang “user” atau anggotanya adalah para pedagang kecil sehingga model ini harus dikembangkan sendiri oleh negara berkembang.

Koperasi selain sebagai organisasi ekonomi juga merupakan organisasi pendidikan dan pada awalnya koperasi maju ditopang oleh tingkat pendidikan anggota yang memudahkan lahirnya kesadaran dan tanggung jawab bersama dalam sistem demokrasi dan tumbuhnya kontrol sosial yang menjadi syarat berlangsungnya pengawasan oleh anggota koperasi. Oleh karena itu kemajuan koperasi juga didasari oleh tingkat perkembangan pendidikan dari masyarakat dimana diperlukan koperasi. Pada saat ini masalah pendidikan bukan lagi hambatan karena rata-rata pendidikan penduduk dimana telah meningkat. Bahkan teknologi informasi telah turut mendidik masyarakat, meskipun juga ada dampak negatifnya.

Syarat 4 : “Pendidikan dan peningkatan teknologi menjadi kunci untuk meningkatkan kekuatan koperasi (pengembangan SDM)”.
 
Potret Koperasi Indonesia

Sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil. Satu catatan yang perlu di ingat reformasi yang ditandai dengan pencabutan Inpres 4/1984 tentang KUD telah melahirkan gairah masyarakat untuk mengorganisasi kegiatan ekonomi yang melalui koperasi.

Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program  pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman ter­sebut. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta  menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha  terutama KUD. Meskipun KUD harus berjuang untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi, namun sumbangan terbesar KUD adalah keberhasilan peningkatan produksi pertanian terutama pangan (Anne Both, 1990), disamping sumbangan dalam melahirkan kader wirausaha karena telah menikmati latihan dengan mengurus dan mengelola KUD (Revolusi penggilingan kecil dan wirausahawan pribumi di desa).

Jika melihat posisi koperasi pada hari ini sebenarnya masih cukup besar harapan kita kepada koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60 persen dari keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.

Mengenai jumlah koperasi yang meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 –2001, pada dasarnya tumbuh sebagai tanggapan  terhadap dibukanya secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan pada saat ini sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Kesulitannya pengorganisasian koperasi tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian koperasi atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada pengembangan aliansi bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan vertical maupun horizontal. Oleh karena itu jenjang pengorganisasian yang lebih tinggi harus mendorong kembalinya pola spesialisasi koperasi. Di dunia masih tetap mendasarkan tiga varian jenis koperasi yaitu konsumen, produsen dan kredit serta akhir-akhir ini berkembang jasa lainnya.

Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini  telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi. Untuk mengubah arah ini hanya mampu dilakukan bila penataan mulai diletakkan pada daerah otonom.

Koperasi Dalam Era Otonomi Daerah

Implementasi undang-undang otonomi  daerah, akan mem­berikan dampak positif bagi koperasi dalam hal alokasi sum­ber daya alam dan pelayanan  pembinaan lainnya. Namun kope­rasi akan semakin menghadapi masalah  yang lebih intensif de­ngan pemerintah daerah dalam bentuk penempatan lokasi  inves­tasi  dan skala kegiatan koperasi . Karena azas efisiensi  akan mendesak koperasi untuk membangun jaringan  yang luas dan mungkin melampaui batas daerah otonom. Peranan advo­kasi oleh gerakan koperasi  untuk memberikan orientasi kepa­da pemerintah di daerah semakin penting. Dengan demikian peranan pemerintah di tingkat propinsi yang diserahi tugas untuk pengembangan koperasi  harus mampu menjalankan fung­si intermediasi semacam ini. Mungkin juga dalam hal lain yang berkaitan dengan pemanfaatan infrastruktur daerah yang semula menjadi kewenangan pusat.

Peranan pengembangan sistem lembaga keuangan koperasi di tingkat Kabupaten / Kota sebagai daerah otonom menjadi sangat penting. Lembaga keuangan koperasi yang kokoh di daerah otonom akan dapat menjangkau lapisan bawah dari ekonomi rakyat. Disamping itu juga akan mampu berperan menahan arus keluar sumber keuangan daerah. Berbagai studi menunjukan bahwa lembaga keuangan yang berbasis daerah akan lebih mampu menahan arus kapital keluar, sementara sistem perbankan yang sentralistik mendorong pengawasan modal dari secara tidak sehat.

Dukungan yang diperlukan bagi koperasi untuk mengha­dapi berbagai rasionalisasi adalah keberadaan lembaga jaminan kre­dit  bagi koperasi dan usaha  kecil  di daerah. Dengan demi­kian kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen terpenting untuk percepatan perkembangan koperasi  di dae­rah. Lembaga jaminan kredit yang dapat dikembangkan Pemerintah  Daerah dalam bentuk patungan dengan stockholder yang luas. Hal ini akan dapat mendesentralisasi pengem­bangan ekonomi rakyat  dan dalam jangka panjang  akan me­num­buhkan kemandirian daerah untuk mengarahkan aliran uang di masing-masing daerah. Dalam jangka menengah kope­rasi juga perlu memikirkan asuransi bagi para penabung.

Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi  yang otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi seperti jasa  keuangan, pelayanan  infrastruktur serta pembelian bersama. Dengan otonomi  selain peluang untuk memanfaatkan potensi  setempat juga terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini konsolidasi potensi  keuangan, pengem­bangan jaringan  informasi  serta pengembangan pusat inovasi dan teknologi  merupakan kebutuhan pendukung untuk kuat­nya kehadiran koperasi. Pemerintah  di daerah dapat mendo­rong pengem­bang­an lembaga penjamin kredit  di daerah.

Pemusatan koperasi di bidang jasa keuangan sangat tepat untuk dilakukan pada tingkat kabupaten/kota atau “kabupaten dan kota” agar menjaga arus dana menjadi lebih seimbang dan memperhatikan kepentingan daerah (masyarakat setempat). Fungsi pusat koperasi jasa keuangan ini selain menjaga likuiditas juga dapat memainkan peran pengawasan dan perbaikan manajemen hingga pengembangan sistem asuransi tabungan yang dapat diintegrasikan dalam sistem asuransi secara nasional.

Penutup

Pendekatan pengembangan koperasi sebagai instrumen pembangunan terbukti menimbulkan kelemahan dalam menjadikan dirinya sebagai koperasi yang memegang prinsip-prinsip koperasi dan sebagai badan usaha yang kompetitif. Reformasi kelembagaan koperasi menuju koperasi dengan jatidirinya akan menjadi agenda panjang yang harus dilalui oleh koperasi di Indonesia.
Dalam kerangka otonomi daerah perlu penataan lembaga keuangan koperasi (koperasi simpan pinjam) untuk memperkokoh pembiayaan kegiatan ekonomi di lapisan terbawah dan menahan arus ke luar potensi sumberdaya lokal yang masih diperlukan. Pembenahan ini akan merupakan elemen penting dalam membangun sistem pembiayaan mikro di tanah air yang merupakan tulang punggung gerakan pemberdayaan ekonomi rakyat.
Oleh : Noer Soetrisno

[Tulisan] Koperasi Syariah


Sejarah Koperasi Syari’ah di Indonesia

Membicarakan sejarah koperasi syari’ah di Indonesia tentunya tidak bisa kita lepaskan dari sejarah koperasi konvensioanal di Indonesia, dimana dikatakan bahwa lahirnya koperasi di Indonesia dilatarbelakangi oleh permasalahan yang sama yaitu menentang individualisme dan kapitalisme secara fundamental. Pada Tahun 1908 Budi Utomo menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga, kemudian untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi pada akhir tahun 1930 didirikan jawatan koperasi yang tugasnya menerangkan serta menjelaskan seluk beluk mengenai perkoperasian.

Setelah berdirinya jawatan koperasi tersebut maka angka pertumbuhan koperasi menunjukkan peningkatan, jika pada tahun 1930 jumlah koperasi hanya 39 buah dengan jumlah anggota sebanyak 7.848 orang maka pada tahun 1939 jumlahnya menjadi 574 buah dengan jumlah anggotanya mencapai 52.555 orang. Tonggak sejarah koperasi berikutnya adalah kongres koperasi pertama yang dilaksanakan pada tanggal 12 Juli 1947 di Tasikmalaya, dimana pada kongres terebut terbentuklah Sentra Organisasi Koperasi Rayat Indonesia (SOKRI). Momen ini juga membuat tanggal 12 Juli sebgai Hari Koperasi Nasional.

Pada tanggal 15 sampai 17 Juli 1953 dilangsungkan kongres koperasi Indonesia ke-2 di Bandung. Kongres ini menghasilkan keputusan antara lain merubah SOKRI menjadi DKI (Dewan Koperasi Indonesia), dan mewajibkan DKI membentuk lembaga pendidikan koperasi dan sekolah menengah koperasi di daerah, serta kongres ini juga mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.

 Selanjutnya pada tanggal 1 sampai 5 September 1956 diselenggarakan kongres koperasi yang ke-3 di Jakarta, keputusan kongres membahas mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia dengan International Cooperative Alliance (ICA) dan sejak 9 Februari 1970, setelah beberapa kali berganti nama, Dewan Koperasi Indonesia yang disingkat Dekopin dinyatakan sebagai organisasi gerakan koperasi Indonesia yang berbadan hukum dan mempunyai tingkatan organisasi di tingkat nasional, wilayah, dan tingkat kabupaten/kota.

 Pada masa awal orde baru, pembangunan perkoperasian menitikberatkan pada investasi pengetahuan dan keterampilan, untuk itu pemerintah membangun Pusat-Pusat Pendidikan Koperasi (PUSDIKOP) di tingkat pusat dan juga tingkat propinsi, saat ini PUSDIKOP sudah berubah nama menjadi Pusat Latihan dan Penataran Perkoperasian (PUSLATPENKOP) di tingkat pusat dan Balai Latihan Perkoperasian (BALATKOP) di tingkat daerah.

Memasuki orde reformasi peran koperasi sangat jelas terutama saat krisis ekonomi berlangsung. Wacana ekonomi kerakyatan kembali tampil ke permukaan, namun hal ini harus berhadapan dengan kenyataan bahwa pencitraan koperasi berada di titik nadir. Bulan November 2001 jumlah koperasi di Indonesia mencapai 103.000 unit, dengan keanggotaan sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah koperasi aktif per November 2001 sebanyak 96.180 unit.

Sedangkan untuk koperasi syari’ah tidak diketahui secara pasti, kapan mulai berkembang di Indonesia, namun secara historis model koperasi yang berbasis nilai Islam di Indonesia telah diprakarsai oleh paguyuban dagang yang dikenal dengan SDI (Sarikat Dagang Islam) oleh Haji Samanhudi di Solo Jawa Tengah yang menghimpun para anggotanya dari pedagang batik yang beragama Islam. Keberadaan Sarikat dagang Islam tidak bertahan lama, karena pada perkembangan selanjutnya Sarikat Dagang Islam berubah menjadi Sarikat Islam yang haluan pergerakannya cendrung bernuansa politik.

Setelah SDI (Sarikat Dagang Islam) mengkonsentrasikan perjuangannya di bidang politik, gaung koperasi syari’ah tidak terdengar lagi di Indonesia. Sekitar tahun 1990 barulah koperasi syari’ah mulai muncul lagi di Indonesia, Lebih tepatnya lagi pasca reformasi semangat ekonomi syari’ah dan koperasi syari’ah muncul kembali di negeri ini. Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah saat ini ada 3020 koperasi syari’ah di Indonesia yang bergerak di berbagai macam kelembagaannya. Kelahiran koperasi syari’ah di Indonesia dilandasi oleh keputusan menteri (Kepmen) Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tanggal 10 September 2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Keputusan Menteri ini memafasilitas berdirinya koperasi syariah menjadi koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) atau unit jasa keuangan syariah (UJKS), dengan adanya sistem ini membantu koperasi serba usaha di Indonesia memiliki unit jasa keuangan syariah.

Dengan demikian dalam rangka mempercepat pertumbuhan dan perkembangan koperasi syari’ah di Indonesia, ke depannya mutlak diperlukan adanya Undang-Undang Koperasi Syariah tersendiri yang mampu mengakomodir percepatan dari Koperasi Syariah itu sendiri.

Tujuan Koperasi Syariah

Meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta turut membangun tatanan perekonomian yang berkeadilan sesuai dengan prinsip-prinsip islam.

Fungsi dan Peran Koperasi Syariah

1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya, guna meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya;
2. Memperkuat kualitas sumber daya insani anggota, agar menjadi lebih amanah, professional (fathonah), konsisten, dan konsekuen (istiqomah) di dalam menerapkan prinsip-prinsip ekonomi islam dan prinsip-prinsip syariah islam;
3. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;
4. Sebagai mediator antara menyandang dana dengan penggunan dana, sehingga tercapai optimalisasi pemanfaatan harta;
5. Menguatkan kelompok-kelompok anggota, sehingga mampu bekerjasama melakukan kontrol terhadap koperasi secara efektif;
6. Mengembangkan dan memperluas kesempatan kerja;
7. Menumbuhkan-kembangkan usaha-usaha produktif anggota.

Landasan Koperasi Syariah

1. Koperasi syariah berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Koperasi syariah berazaskan kekeluargaan.
3. Koperasi syariah berlandaskan syariah islam yaitu al-quran dan as-sunnah dengan saling tolong menolong (ta’awun) dan saling menguatkan (takaful).

Nilai-nilai syariah dalam Nilai-nilai Koperasi
 
1. Shiddiq yang mencerminkan kejujuran, akurasi dan akuntabilitas.
2. Istiqamah yang mencerminkan konsistensi, komitmen dan loyalitas.
3. Tabligh yang mencerminkan transparansi, kontrol, edukatif, dan komunikatif
4. Amanah yang mencerminkan kepercayaan, integritas, reputasi, dan kredibelitas
5. Fathanah yang mencerminkan etos profesional, kompeten, kreatif, inovatif
6. Ri’ayah yang mencerminkan semangat solidaritas, empati, kepedulian, awareness
7. Mas’uliyah yang mencerminkan responsibilitas.


Prinsip Ekonomi Islam dalam Koperasi Syariah

1. Kekayaan adalah amanah Allah swt yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun secara mutlak.
2. Manusia diberi kebebasan bermu’amalah selama bersama dengan ketentuan syariah.
3. Manusia merupakan khalifah Allah dan pemakmur di muka bumi.
4. Menjunjung tinggi keadian serta menolak setiap bentuk ribawi dan pemusatan sumber dana ekonomi pada segelintir orang atau sekelompok orang saja.

Prinsip Syariah Islam dalam Koperasi Syariah

1. Keanggotan bersifat sukarela dan terbuka.
2. Keputusan ditetapkan secara musyawarah dan dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen (istiqomah).
3. Pengelolaan dilakukan secara transparan dan profesional.
4. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil, sesuai dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota.
5. Pemberian balas jasa modal dilakukan secara terbatas dan profesional menurut sistem bagi hasil.
6. Jujur, amanah dan mandiri.
7. Mengembangkan sumber daya manusia, sumber daya ekonomi, dan sumber daya informasi secara optimal.
8. Menjalin dan menguatkan kerjasama antar anggota, antar koperasi, serta dengan dan atau lembaga lainnya.

Usaha Koperasi Syariah

1. Usaha koperasi syariah meliputi semua kegiatan usaha yang halal, baik dan bermanfaat (thayyib) serta menguntungkan dengan sistem bagi hasil dan tanpa riba, judi atau pun ketidakjelasan (ghoro).
2. Untuk menjalankan fungsi perannya, koperasi syariah menjalankan usaha sebagaimana tersebut dalam sertifikasi usaha koperasi.
3. Usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi syariah harus sesuai dengan fatwa dan ketentuan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
4. Usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi syariah harus tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Modal Awal Koperasi

Membentuk koperasi memang diperlukan keberanian dan kesamaan visi dan misi di dalam intern pendiri. Selain itu, mendirikan koperasi syariah memerlukan perencanaan yang cukup bagus agar tidak berhenti di tengah jalan. Adapun agar diakui keabsahannya, hendaklah koperasi syariah disahkan oleh notaris. (Biaya pengesahan relatif tidak begitu mahal, berkisar 300 ribu rupiah.)

Untuk mendirikan koperasi syariah, kita perlu memiliki modal awal. Modal Awal koperasi bersumber dari dana usaha. Dana-dana ini dapat bersumber dari dan diusahakan oleh koperasi syariah, misalkan dari Modal Sendiri, Modal Penyertaan dan Dana Amanah.

Modal Sendiri didapat dari simpanan pokok, simpanan wajib, cadangan, Hibah, dan Donasi, sedangkan Modal Penyerta didapat dari Anggota, koperasi lain, bank, penerbitan obligasi dan surat utang serta sumber lainnya yang sah. Adapun Dana Amanah dapat berupa simpanan sukarela anggota, dana amanah perorangan atau lembaga.

Sumber : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17456/.../Chapter%20II.pdf, www.koperasisyariah.com, http://sinarmentari4u.blogspot.com/2011/04/makalah-ekonomi-koperasi.html,

Sunday, January 1, 2012

[Tulisan] Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia Pada Masa Penjajahan

A. Keadaan Perekonomian Indonesia Pada Masa Ekonomi Liberal
Sistem ekonomi liberal mulai dilaksanakan di Hindia Belanda (nama Indonesia ketika masih dijajah Belanda) setelah pemerintah kolonial Belanda menghentikan pelaksanaan “Cultuur Stelseel” (sistem tanam paksa). Sejak saat ini para penanam modal/usahawan Belanda berlomba menginvestasikan dananya ke Hindia Belanda. Bangsa Belanda melakukan praktik penindasan, pemerasan dan pemerkosaan hak tanpa prikemanusiaan makin berlangsung ganas, sehingga kemudian kehidupan sebagian besar rakyat di bawah batas kelayakan hidup. Dalam keadaan hidup demikian, pihak kolonial terus-menerus mengintimidasi penduduk pribumi sehingga kondisi sebagian besar rakyat sangat memprihatinkan. Di samping itu para rentenir, pengijon dan lintah darat turut pula memperkeruh suasana. Mereka berlomba mencari keuntungan yang besar dan para petani yang sedang menghadapi kesulitan hidup, sehingga tidak jarang terpaksa melepaskan tanah miliknya sehubungan dengan ketidakmampuan mereka mengembalikan hutang-hutangnya yang membengkak akibat sistem bunga berbunga yang diterapkan pengijon.


B. Timbulnya Cita-Cita Pembentukan Koperasi di Indonesia
Penindasan yang terus menerus terhadap rakyat Indonesia berlangsung cukup lama menjadikan kondisi umum rakyat parah. Namun demikian masih beruntung semangat bergotong royong masih tetap tumbuh dan bahkan berkembang makin pesat. Di samping itu kesadaran beragama juga semakin tinggi. Pada saat itulah mulai tumbuh keinginan untuk melepaskan dari keadaan yang selama ini mengungkung mereka. Pemerintah Hindia Belanda tak segan-segan menyiksa mereka baik fisik maupun mental. Sementara itu para pengijon dan lintah darat memanfatkan kesempatan dan keadaan mereka sehingga makin banyak yang terjepit hutang yang mencekik leher. Dari keadaan itulah timbul keinginan untuk membebaskan kesengsaraan rakyat dengan membentuk koperasi.


Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI. Adanya Politik Etis Belanda membuktikan adanya beberapa orang Belanda yang turut memikirkan nasib penderitaan/kesengsaraan rakyat Indonesia seperti halnya berkaitan dengan koperasi tanah air kita yaitu E. Sieburgh dan De Wolf van Westerrede. Kedua nama tersebut banyak kaitannya dengan perintisan koperasi yang pertama-tama di tanah air kita, yaitu di Purwokerto.


C. Terwujudnya Pendirian Koperasi
Sementara itu pergerakan nasional untuk mengusir penjajah tumbuh dimana-mana. Kaum pergerakan pun dalam memperjuangkan mereka memanfaatkan sektor perkoperasian ini. Titik awal perkembangan perkoperasian di bumi Nusantara ini bertepatan dengan berdirinya perkumpulan “Budi Utomo” pada tahun 1908. Pergerakan kebangsaan yang dipimpin oleh Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo inilah yang menjadi pelopor dalam industri kecil dan kerajinan melalui keputusan Kongres Budi Oetomo di Yogyakarta kala itu ditetapkan, bahwa:
• Memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan rakyat melalui bidang pendidikan.
• Memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui koperasi.


Sebagai wujud pelaksanaan keputusan kongres tersebut, maka dibentuklah koperasi konsumsi dengan nama “Toko Adil”. Sejak saat inilah arus gerakan koperasi internasional mulai masuk mempengaruhi gerakan koperasi Indonesia, terutama melalui penggunaan sendi-sendi dasar atau prinsip-prinsip Rochdale itu. Sendi-sendi dasar demokrasi serta dimensi kesamaan hak mulai dikenaldan diterapkan. Dan pada tahun 1912, sendi dasar ini juga yang dipakai oleh organisasi Serikat Islam.


D. Campur Tangan Belanda Dalam Perkembangan Koperasi Indonesia
Pemerintah Hindia Belanda bersikap tak acuh dan apatis terhadap gejala yang tumbuh di dalam kehidupan beroganisasi di kalangan penduduk pribumi saat itu. Baru pada tahun 1915 disadari bahaya laten dan sendi-sendi dasar demokrasi yang dianut pergerakan-pergerakan rakyat itu. Pemerintah kolonial lalu mengeluarkan peraturan yang pertama kali mengatur cara kerja koperasi, yang sifatnya lebih membatasi ruang gerak perkoperasian. Karena Belanda khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, mengeluarkan UU no. 431 tahun 19 yang isinya yaitu :
- Harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi
- Sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa
- Harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral
- Proposal pengajuan harus berbahasa Belanda


Hal ini menyebabkan koperasi yang ada saat itu berjatuhan karena tidak mendapatkan izin Koperasi dari Belanda. Namun setelah para tokoh Indonesia mengajukan protes, Belanda akhirnya mengeluarkan UU no. 91 pada tahun 1927, yang isinya lebih ringan dari UU no. 431 seperti :
- Hanya membayar 3 gulden untuk materai
- Bisa menggunakan bahasa daerah
- Hukum dagang sesuai daerah masing-masing
- Perizinan bisa di daerah setempat


Koperasi menjamur kembali hingga pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Adanya peraturan yang baru ini membuat pergerakan perkoperasian nasional mengalami kesulitan untuk berkembang. Kesulitan pelaksanaan koperasi tidak saja dialami oleh Budi Oetomo, melainkan juga dialami oleh pergerakan-pergerakan lainnya, seperti Serikat Dagang Islam (SDI) yang dilahirkan pada tahun 1911 silam dipimpin oleh H. Samanhudi.


E. Koperasi Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang
Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Pada masa Jepang berkuasa di Indonesia, koperasi tidak mengalami perkembangan tetapi justru mengalami kehancuran. Jepang lalu mendirikan ”Kumiai”, yaitu koperasi model Jepang. Tugas Kumiai mula-mula menyalurkan barang-barang kebutuhan rakyat yang pada waktu itu sudah mulai sulit kehidupannya. Politik tersebut sangat menarik perhatian rakyat sehingga dengan serentak di Indonesia dapat didirikan Kumiai sampai ke desa-desa. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat.


Jelaslah bahwa Kumiai sangat merugikan perekonomian rakyat, sehingga kepercayaan rakyat terhadap koperasi hilang. Hal ini merupakan kerugian moral untuk pertumbuhan koperasi selanjutnya.


Kesimpulan
Koperasi didirikan pertama kali oleh R. Aria Wiriatmadja dalam bentuk koperasi kredit yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat dengan cara membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Namun dalam pelaksanaannya koperasi yang didirikan untuk mensejahterakan rakyat tersebut tidak dapat berjalan dengan lancar sebagai akibat dari campur tangan penjajah yang membatasi pergerakan koperasi di Indonesia. Hal ini dikarenakan penjajah khawatir bahwa koperasi dapat menjadi sarana bagi rakyat Indonesia sebagai tempat pusat perlawanan melawan para penjajah.