REVIEW JURNAL ETIKA PROFESI AKUNTANSI
Nama : Nur
Rachman I.E.W
NPM :
29210304
Kelas :
4EB05
Judul : Keterkaitan
Faktor-faktor Organisasional, Individual, Konflik Peran, Perilaku Etis dan
Kepuasan Kerja Akuntan Manajemen
Penulis :
Muhammad Fakhri Husein
Institusi : UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta
Sumber Jurnal :
http://jurnalmanajemen.unairs1manajemen.com/pdf/Tahun%202008%20-%20Bulan%20April%20-%20Edisi%20ke%201/articles/31FAKHRI.pdf
ABSTRAK
This
research develops a model for the linkage of organizational factors (role
model, understanding code of ethics, and organizational commitment), individual
factor (moral principle) to role conflict, ethical behavior, and their
consequences to job satisfaction of management accountants in Indonesia. Using
purposive sampling, this research is supported by 119 respondents. The response
rate is 23,8%.
To get a
comprehensive view on antecedents of ethical behavior and role conflicts and
their consequences to job satisfaction, this research is supported by management
accountant respondents. Measurement of model is performed in analysis in
Structural Equation Modeling by Analysis of Moment Structure (AMOS). Some
indicators of goodness of fit model are still unsatisfactory, but this research
confirms some hypotheses of the previous researches. Understanding Code of
Ethics, organizational commitment and role model influence significantly
ethical behavior of management accountants. Meanwhile, moral principle does not
influence significantly ethical behavior of management accountants.
Role
conflict is not influenced significantly by understanding code of ethics and moral
principle, but it is influenced significantly by organizational commitment and role
model. Management Accountant job satisfaction is influenced significantly by ethical
behavior but role conflict doesn’t influence significantly management accountant
job satisfaction.
Keywords : Organizational
Factors, role model, code of ethics, organizational commitment, individual
factors, moral principle, role conflict, ethics behavior, job satisfaction, management accountant
LATAR BELAKANG
Banyak
masalah yang terjadi pada berbagai kasus bisnis yang ada saat ini melibatkan
profesi akuntan. Sorotan yang diberikan kepada profesi ini disebabkan oleh
berbagai faktor di antaranya praktik-praktik profesi yang mengabaikan standar akuntansi
bahkan etika. Perilaku tidak etis merupakan isu yang relevan bagi profesi akuntan
saat ini.
Di
Indonesia, isu mengenai etika akuntan berkembang seiring dengan terjadinya beberapa
pelanggaran etika, baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern,
maupun akuntan pemerintah. Beberapa pelanggaran yang terjadi yaitu publikasi
(penawaran jasa tanpa permintaan, iklan surat kabar, pengedaran bulletin KAP),
pelanggaran obyektivitas (mengecilkan penghasilan, memperbesar biaya suatu
laporan keuangan), isu pengawas intern holding mempunyai KAP yang memeriksa
perusahaan anak holding tersebut, pelanggaran hubungan rekan seprofesi, isu
menerima klien yang ditolak KAP lain dan perang tarif.
Masalah
etika bagi perusahaan juga sangat menentukan karena dalam jangka panjang
apabila perusahaan tidak concern dengan perilaku etis dalam bisnis maka kelangsungan
usahanya akan terganggu. Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan yang
cenderung mencari keuntungan sehingga terjadi penyimpangan norma-norma etis.
Dalam jangka pendek, mungkin akan meningkatkan keuntungan perusahaan tetapi
untuk jangka panjang, akan merugikan perusahaan itu sendiri karena hilangnya
kepercayaan pelanggan atau konsumen terhadap perusahaan tersebut.
Di samping
adanya masalah dari dalam profesi akuntan, tantangan yang tidak kalah pentingnya
adalah makin maraknya akuntan asing yang berpraktik di beberapa kota besar di
Indonesia. Kesiapan yang menyangkut profesionalisme profesi mutlak diperlukan.
Profesionalisme suatu profesi mensyaratkan tiga hal utama yang harus dipunyai
oleh setiap anggota profesi tersebut, yaitu berkeahlian, berpengetahuan, dan
berkarakter (Machfoedz 1997).
Akuntan
mempunyai kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada
organisasi di mana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri.
Akuntan mempunyai tanggungjawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas
dan obyektivitas mereka. Analisis terhadap sikap etis dalam profesi akuntan
menunjukkan bahwa akuntan mempunyai kesempatan untuk melakukan tindakan tidak
etis dalam profesi mereka (Finn et al. dalam Fatt, 1995). Dalam
menjalankan tugas sebagai auditor, seorang akuntan sering dihadapkan pada
berbagai macam dilema, baik menyangkut etika maupun sikap profesional dan
independensinya (Leung 1998). Kesadaran etika dan sikap profesional memegang
peran yang sangat besar bagi seorang akuntan (Louwers et al., 1997). Personal
value seorang akuntan tercermin dari keputusan etika yang dibuatnya
sedangkan komitmen terhadap profesi tercermin dari pengembangan nilai-nilai
profesional pada setiap keputusan yang dilakukannya (Jeffrey dan Weatherholt,
1996).
Menurut
Kinicki dan Kreitner (2001) dan Hunt dan Vitell (1986), perilaku etis dan tidak
etis adalah produk dari kombinasi yang rumit dari berbagai pengaruh. Individu mempunyai
kombinasi unik dari karakterisik personalitas, nilai-nilai, prinsip-prinsip moral,
pengalaman pribadi dengan penghargaan dan hukuman, sejarah hukuman kesalahan
yang dilakukan (history of reinforcement), dan gender. Ada tiga
sumber utama pengaruh atas harapan peran etis seseorang. Pertama adalah
pengaruh budaya individu tersebut. Pengaruh budaya termasuk latar belakang
keluarga, pendidikan, agama, media/hiburan. Kedua adalah pengaruh organisasi.
Pengaruh organisasi dapat dalam bentuk kode etik, budaya organisasi, model
peran (panutan), tekanan yang dirasakan untuk mencapai hasil, dan sistem
penghargaan dan hukuman. Ketiga adalah pengaruh politik, hukum dan ekonomi.
Beberapa bukti empiris sebelumnya telah menguji sebagian model di atas, seperti
Bernardi et al. (1997), Eynon et al. (1997), Ziegenfuss dan
Singhapakdi (1994), Weeks et al.(1999), Cohen et al. (1998),
Jones dan Hiltebeitel (1995).
Di samping
model pengaruh etis di atas, penelitian-penelitian lain juga mengaitkan faktor
organisasional dan individual terhadap stres peran. Weick (dalam Rebele & Michaels
1990) menyatakan bahwa masalah stres merupakan faktor penting dari praktik
akuntansi. Libby (dalam Rebele & Michaels, 1990) juga menyatakan bahwa konsep
tentang stres menyediakan struktur dalam menganalisis berbagai masalah di
bidang akuntansi. Beberapa studi empiris sebelumnya menunjukkan adanya keterkaitan
antara faktor-faktor organisasional dan individual terhadap konflik peran.
Contohnya adalah studi yang dilakukan oleh Behrman dan Perrault; Fry et al. (dalam
Rebele dan Michaels, 1990), Sims dan Brinkman (2000), Koh dan Boo (2001), Yetmar
dan Eastman (2000), Yetmar, Cooper dan Franks (1999), Kantor dan Weisberg
(2002).
Masalah
keperilakuan etis dan konflik peran juga berhubungan dengan kepuasan kerja.
Jika seseorang berperilaku etis, maka kepuasan kerjanya tinggi. Sedangkan jika
konflik perannya rendah, maka kepuasan kerjanya tinggi. Studi yang dilakukan Koh
dan Boo (2001), Yetmar dan Eastman (2000) membuktikan hal tersebut.
Dari
beberapa studi di atas, penelitian ini mengaitkan faktor-faktor organisasional,
faktor individual, perilaku etis, konflik peran, dan kepuasan kerja. Penelitian
ini menjadi menarik ketika masih sedikit yang membahas keterkaitan
faktor-faktor di atas. Di Indonesia, penelitian tentang etika masih berfokus
pada persepsi akuntan terhadap etika bisnis dan masih sedikit yang menguji
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku etis akuntan, konflik peran
dan hubungannya dengan kepuasan kerja. Beberapa penelitian yang menguji
perilaku etis ini di antaranya adalah Ludigdo (1998), Harnovinsyah (2001),
Fauzi (2001), Gani (2000), Winarna (2001), Suartana (2000), dan Adib (2001).
METODOLOGI
PENELITIAN
1)
Sumber Data : Data Primer
2)
Teknik Pengumpulan Data : Kuesioner
3)
Objek Penelitian : Akuntan Manajemen di seluruh
Indonesia
4)
Metode Sampling : Judgment
Sampling
5) Variabel : Kode Etik, Komitmen Organisasional,
Model Peran, Perilaku Etis, Kepuasan Kerja, Konflik Peran,
6)
Hipotesis
- H1 :
Pemahaman kode etik mempengaruhi secara signifikan perilaku etis akuntan manajemen
- H2 : Pemahaman kode
etik mempengaruhi secara signifikan konflik peran akuntan manajemen
- H3 : Komitmen
organisasional mempengaruhi secara signifikan perilaku etis akuntan manajemen
- H4 : Komitmen
organisasional mempengaruhi secara signifikan konflik peran akuntan manajemen
- H5 : Prinsip
moral mempengaruhi secara signifikan perilaku etis akuntan manajemen
- H6 : Prinsip
moral mempengaruhi secara signifikan konflik peran akuntan manajemen
- H7 : Model
peran mempengaruhi secara signifikan perilaku etis akuntan manajemen
- H8 : Model
peran mempengaruhi secara signifikan konflik peran akuntan manajemen
- H9 : Perilaku
etis mempengaruhi secara signifikan kepuasan kerja akuntan manajemen
- H10 : Konflik
peran mempengaruhi secara signifikan kepuasan kerja akuntan manajemen
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif
Analisis
dilakukan pada 119 jawaban responden yang memenuhi kriteria untuk diolah lebih
lanjut. Statistik deskriptif disajikan dalam tabel 4. Berikut ini diuraikan
hasil statistik deskriptif tersebut.
Pengukuran Model
Model yang dianalisis
mempunyai degree of freedom sebesar 11, berarti positif dan memenuhi
salah satu syarat sebagai model yang fit. Chi-Square sebesar 183,870. Nilai The
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) adalah 0,365 dan berada
diatas nilai yang dipersyaratkan yakni 0,08. Nilai GFI (Goodness of Fit
Index) menunjukkan angka 0,648 berarti model ini didukung secara marginal
walaupun dibawah nilai yang diharapkan 0,90. Sedangkan nilai AGFI (Adjusted
Goodness of Fit Index) menunjukkan angka 0,105 jauh dibawah nilai yang
dipersyaratkan sebesar 0,90.
Nilai TLI (Tucker
Lewis Index) adalah -0,343 dan dibawah nilai yang dipersyaratkan sebesar
0,90. Nilai RMR (Root Mean square Residual) nya adalah 0,124 cukup
rendah sehingga dapat memenuhi kriteria model yang fit. Nilai NFI (Normed
Fit Index) adalah 0,310 sehingga berada diatas nilai yang dipersyaratkan.
Goodness of Fit model penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.
Secara umum, model
penelitian ini kurang memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai ukuran
indikasi model yang fit. Degree of Freedom dan RMR menunjukkan model
yang fit, namun ukuran-ukuran lain yakni RMSEA, GFI, AGFI, TLI, dan NFI
menunjukkan hasil yang kurang menggembirakan. Untuk itu, peneliti mencoba
mengembangkan model-model alternatif yang sekiranya dapat memenuhi kriteria
model yang fit. Ada dua model alternatif yang peneliti ajukan. Model yang
diajukan dimaksudkan untuk memperoleh model yang sekiranya lebih fit sesuai
dengan variabel yang ada dalam penelitian ini. Model alternatif yang pertama
ini menghubungkan antara variabel konflik peran dan perilaku etis. Peneliti
menduga bahwa konflik peran mempengaruhi perilaku etis. Hal ini telah dibuktikan
oleh Yetmar dan Eastman (2000) yang menguji pengaruh konflik peran terhadap
perilaku etis. Hasilnya menunjukkan bahwa konflik peran akuntan pajak
berpengaruh pada perilaku etisnya. Jika konflik perannya makin tinggi, maka
perilaku etisnya makin rendah, begitu pula sebaliknya. Indikator pengukuran
modelnya dapat dilihat pada tabel 6.
Model alternatif yang
kedua menghubungkan variabel konflik peran dan perilaku etis dan menghilangkan
hubungan antara perilaku etis dan kepuasan kerja. Alasan peneliti mengajukan
model ini karena adanya dua hasil penelitian yang belum menunjukkan arah yang
seragam terhadap pola hubungan perilaku etis dan kepuasan kerja. Yetmar dan
Eastman (2000) menyimpulkan bahwa kepuasan kerja mempengaruhi perilaku etis,
sedangkan Koh dan Boo (2001) menyimpulkan bahwa perilaku etis mempengaruhi
kepuasan kerja. Indikator pengukuran modelnya dapat dilihat pada tabel 7.
Dengan melihat hasil fit
model alternatif di atas, ternyata model alternatif yang peneliti ajukan tidak
lebih baik.
Pengujian Hipotesis
Model statistik yang
digunakan untuk menguji masing-masing hipotesis adalah dengan menggunakan
persamaan struktural dari AMOS (Analysis of Moment Structure). Indikator
yang digunakan adalah nilai C.R. (Critical Ratio) pada Regression Weights dengan
nilai minimum secara absolut 2 pada tingkat signifikansi 0,05. Tabel 8.
menyajikan hasil analisis regresi dengan menggunakan AMOS.
Berikut ini diuraikan
hasil pengujian dan penjelasan dari setiap hipotesis.
1. Pengujian Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama
menyatakan bahwa pemahaman kode etik mempengaruhi secara signifikan perilaku
etis akuntan manajemen. Nilai Critical Ratio pada regression weights sebesar
3,302 menunjukkan pengaruh yang signifikan. Ini berarti bahwa pemahaman kode
etik akuntan berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku etis akuntan.
Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa pemahaman kode etik
tidak mempengaruhi perilaku etis akuntan manajemen ditolak. Penelitian ini
konsisten dengan penelitian Ziegenfuss dan Singhapakdi (1994). Akuntan akan
berperilaku lebih etis jika memiliki pemahaman yang memadai tentang kode etik.
Pemahaman yang lebih baik tentang kode etik akan membantu akuntan berperilaku
yang lebih baik. Temuan penelitian ini juga berimplikasi pada pentingnya
sosialisasi kode etik di kalangan akuntan manajemen.
2. Pengujian Hipotesis
Kedua
Hipotesis kedua yang
diajukan adalah pemahaman kode etik tidak mempengaruhi secara signifikan
konflik peran akuntan manajemen. Nilai Critical Ratio dari uji statistik
yang dilakukan menunjukkan skor 0,427 sehingga hipotesis 2 tidak didukung. Ini
berarti bahwa pemahaman kode etik tidak mempengaruhi secara signifikan konflik
peran akuntan manajemen.
Penelitian ini gagal
mengkonfirmasi temuan Yetmar, Cooper dan Franks (1999) bahwa faktor kode etik
merupakan salah satu faktor yang dapat membantu akuntan dalam mengatasi dilema
atau konflik peran yang dialaminya. Tidak berpengaruhnya faktor pemahaman kode
etik terhadap konflik peran ini menurut dugaan peneliti karena boleh jadi
ketika akuntan manajemen merasakan konflik peran, maka ia tidak memperhatikan
kode etik profesinya. Faktor-faktor selain pemahaman kode etik justru
mempengaruhi konflik peran yang dihadapi oleh akuntan manajemen. Padahal
seharusnya ketika ia mengalami konflik peran, akuntan manajemen merujuk pada
pemahaman kode etiknya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Peneliti menduga
bahwa sosialisasi kode etik di kalangan akuntan manajemen belum menjadi
kebiasaan.
3. Pengujian Hipotesis
Ketiga
Hipotesis ketiga yang
diajukan dalam penelitian ini adalah komitmen organisasional mempengaruhi
secara signifikan perilaku etis akuntan manajemen. Nilai Critical Ratio dari
hasil pengujiannya adalah 2,69 yang menunjukkan bahwa ada pengaruh secara
signifikan komitmen organisasional terhadap perilaku etis akuntan manajemen.
Dengan demikian hipotesis ketiga didukung. Penelitian ini berhasil
mengkonfirmasi temuan Oz (2001) yang menyatakan ada hubungan antara komitmen
organisasional dan perilaku etis. Karena akuntan manajemen adalah anggota atau
pegawai organisasi, maka komitmennya terhadap organisasi akan mempengaruhi
perilakunya. Makin tinggi komitmennya, maka makin sadar akuntan manajemen
tersebut untuk berperilaku secara etis. Hasil penelitian ini menekankan
pentingnya menumbuhkembangkan komitmen akuntan manajemen pada organisasi.
4. Pengujian Hipotesis
Keempat
Hipotesis keempat
menyatakan bahwa komitmen organisasional mempengaruhi secara signifikan konflik
peran akuntan manajemen. Nilai Critical Ratio adalah 3,21. Hasil ini menunjukkan
bahwa ada pengaruh secara signifikan komitmen organisasional terhadap konflik
peran yang dialami oleh akuntan manajemen. Jika komitmen organisasionalnya
lemah maka diduga konflik peran akan terjadi. Koefisien critical ratio yang
menunjukkan tanda positif berarti makin tinggi komitmen organisasional maka
konflik peran akuntan manajemen juga akan tinggi.
Penelitian ini berhasil
mengkonfirmasi temuan Grover (dalam Grover & Hui, 1994) bahwa pegawai lebih
suka berdusta ketika berhadapan dengan dua kepentingan tersebut (profesi dan
tempatnya bekerja). Penelitian ini juga berhasil mengkonfirmasi temuan Mathieu
dan Zajac (1990) yang menyatakan bahwa komitmen organisasional berhubungan
dengan konflik peran. Komitmen organisasi yang tinggi dapat mengakibatkan
setiap individu merasa harus mengabdi pada kepentingan organisasi. Di samping
rasa ‘memiliki’ terhadap organisasinya, maka ia merasakan bahwa ada komitmen
yang harus juga ia miliki yakni komitmen terhadap profesinya. Di sinilah muncul
konflik peran antara memilih mengabdi sepenuhnya ke perusahaan atau juga
memperhatikan kepentingan profesi. Dengan kata lain, ia merasa bahwa ketika
komitmen organisasi nya tinggi ia justru juga merasakan konflik peran yang
tinggi sebagai akuntan. Di satu sisi ia harus mendahulukan kepentingan
perusahaan, tapi di sisi lain ia harus menjunjung tinggi profesi nya sebagai
akuntan manajemen. Pada saat penelitian ini dilakukan, belum berkembang
sertifikasi akuntan manajemen. Dengan adanya sertifikasi akuntan manajemen
diharapkan lebih mempunyai wawasan untuk menjaga nilai-nilai
profesionalitasnya.
5. Pengujian Hipotesis
Kelima
Hipotesis kelima dari
penelitian ini adalah prinsip moral mempengaruhi secara signifikan perilaku
etis akuntan manajemen. Nilai Critical Ratio adalah -0,382 sehingga
hasilnya adalah prinsip moral mempengaruhi secara signifikan perilaku etis
akuntan manajemen. Dengan demikian, hipotesis kelima tidak didukung. Temuan ini
sama dengan yang diperoleh Ziegenfuss dan Singhapakdi (1994) dan gagal
mendukung temuan Yetmar dan Eastman (2000). Peneliti menduga bahwa prinsip
moral tidak mempengaruhi perilaku etis akuntan manajemen karena ia merasa bahwa
perilaku etis lebih banyak disebabkan oleh faktor situasional dan individu yang
terlibat.
6. Pengujian Hipotesis
Keenam
Hipotesis yang diajukan
adalah prinsip moral mempengaruhi secara signifikan konflik peran akuntan
manajemen. Dari hasil pengujian yang dilakukan nilai Critical Ratio adalah
1,00. Hasil ini menunjukkan bahwa prinsip moral yang sifatnya idealisme tidak
mempengaruhi secara signifikan konflik peran akuntan manajemen. Dengan
demikian, hipotesis keenam tidak didukung. Penelitian ini gagal mengkonfirmasi
temuan penelitian Yetmar, Cooper dan Frank (1999) bahwa prinsip moral juga
merupakan penyebab dari konflik peran seseorang. Jika prinsip moral yang ia
yakini berbeda dengan apa yang dilakukan maka konflik peran yang dirasakan
makin tinggi.
Dugaan peneliti,
hipotesis keenam yang tidak didukung ini karena akuntan manajemen merasa bahwa
prinsip moral yang diyakini bukan penyebab dari situasi konflik peran yang
dialaminya. Prinsip moral yang sifatnya idealis bukan merupakan faktor penyebab
dari konflik peran yang dialaminya, tapi mungkin lebih mengarah pada faktor
situasional. Faktor situasional dalam konteks penelitian ini adalah keadaan
senyata nya yang dihadapi oleh akuntan manajemen.
7. Pengujian Hipotesis
Ketujuh
Hipotesis yang diajukan
adalah model peran mempengaruhi secara signifikan perilaku etis akuntan
manajemen. Nilai critical ratio dari pengujian hipotesisnya adalah 2,81.
Ini berarti bahwa model peran mempengaruhi secara signifikan perilaku etis
akuntan manajemen. Hasil ini membuktikan bahwa perilaku akuntan manajemen
sangat ditentukan seberapa baik pimpinan bisa menjadi panutan bagi pegawai
khususnya akuntan. Akuntan akan berperilaku etis jika pimpinan memberi suri
tauladan. Pada masyarakat paternalistik seperti di Indonesia, temuan penelitian
ini menunjukkan besarnya pengaruh tokoh panutan terhadap perilaku pengikutnya.
Penelitian ini berhasil mengkonfirmasi Jones dan Kavanagh (dalam Kantor dan
Weisberg, 2002) yang juga menunjukkan bahwa tokoh panutan atau model peran
berpengaruh terhadap tindak tanduk atau perilaku pegawai.
8. Pengujian Hipotesis
Kedelapan
Hipotesis kedelapan yang
diajukan adalah model peran mempengaruhi secara signifikan konflik peran
akuntan manajemen. Pengujian hipotesis yang dilakukan menunjukkan nilai Critical
Ratio sebesar -5,918. Hasil ini menunjukkan bahwa ada pengaruh secara
signifikan model peran terhadap konflik peran. Dengan demikian hipotesisnya
didukung. Jika tokoh panutan akuntan manajemen tersebut menjadi lebih baik,
maka konflik peran yang dirasakan makin rendah. Tapi sebaliknya jika persepsi
atau pandangan akuntan manajemen tersebut terhadap tokoh panutannya kurang,
maka konflik peran yang dirasakan oleh akuntan manajemen tersebut akan tinggi.
Penelitian ini berhasil mengkonfirmasi tentang pentingnya tokoh panutan (role
model) dalam organisasi sehingga pegawai dapat tetap meminimalkan konflik
peran yang dirasakannya.
Penelitian ini berhasil
mengkonfirmasi temuan penelitian sebelumnya (Sims dan Brinkman, 2002) yang
menyatakan bahwa jika pimpinan memberi arahan yang jelas tentang apa yang
dilakukan dan yang tidak dilakukan maka konflik peran dalam organisasi akan
berkurang. Begitu pula temuan penelitian Behrman dan Perrault; Fry et al. (dalam
Rebele dan Michaels, 1990) yang menyimpulkan bahwa perilaku pimpinan (role
model) mempengaruhi konflik peran.
9. Pengujian Hipotesis
Kesembilan
Hipotesis kesembilan
yang diajukan dalam penelitian ini adalah perilaku etis mempengaruhi secara
signifikan kepuasan kerja akuntan manajemen. Nilai Critical Ratio dari
pengujian yang dilakukan menunjukkan nilai 3,64. Hal ini berarti bahwa ada
pengaruh secara signifikan perilaku etis terhadap kepuasan kerja akuntan
manajemen. Hasil ini konsisten dengan temuan Koh dan Boo (2001) yang menguji
keterkaitan etika dan kepuasan kerja. Penelitian ini membuktikan bahwa kepuasan
kerja dapat muncul karena aspek non keuangan. Penelitian ini menunjukkan bahwa jika
akuntan manajemen mampu menjaga perilaku etisnya, maka kepuasan kerjanya
semakin tinggi. Dengan demikian kinerja seorang akuntan manajemen dapat
didorong tidak hanya melalui insentif yang sifatnya keuangan tapi juga dari
lingkungan kerja yang kondusif yang salah satunya ditunjukkan oleh perilaku
secara etis.
10. Pengujian Hipotesis
Kesepuluh
Hipotesis yang kesepuluh
menyatakan bahwa konflik peran mempengaruhi secara signifikan kepuasan kerja
akuntan manajemen. Nilai Critical Ratio dari pengujian hipotesisnya
adalah -1,89 sehingga hipotesis kesepuluh tidak didukung. Temuan penelitian ini
berarti bahwa konflik peran yang dirasakan oleh akuntan manajemen tidak
mempengaruhi kepuasan kerjanya. Temuan penelitian ini gagal mengkonfirmasi
temuan Fisher (2001), Pasewark dan Strawser (1996). Penyebabnya menurut dugaan
peneliti adalah adanya variabel lain yang memediasi hubungan antara konflik
peran dan kepuasan kerja akuntan manajemen seperti yang ditemukan oleh Fogarty et
al.(2000).
Penyebab lain gagalnya
hipotesis yang kesepuluh ini seperti yang diungkapkan oleh Puspa (1998) bahwa
konflik peran yang dialami oleh akuntan manajemen merupakan konsekuensi dari
jabatannya sebagai akuntan manajemen, dan juga kepuasan kerja yang sifatnya self-rating
akan menghasilkan subyektivitas yang tinggi sehingga akan lebih baik
pengukuran kepuasan kerja ditambah dengan ukuranukuran lain yang akan menjamin
obyektivitas jawaban responden.
KESIMPULAN
Penelitian
ini mencoba mengembangkan suatu model keterkaitan antara faktor-faktor organisasional
(model peran, pemahaman kode etik dan komitmen organisasional) dan
faktor-faktor individual yakni prinsip moral dan hubungannya dengan konflik
peran, perilaku etis dan kepuasan kerja akuntan manajemen. Penelitian ini
menggunakan 119 responden (response rate 23,8%) yang diperoleh secara purposive
untuk kepentingan penelitian ini. Analisis yang dilakukan adalah pengujian
model dan uji hipotesis dengan menggunakan software AMOS. Dari model yang
diajukan indikator fit dari suatu model memang relatif kurang memuaskan, namun
penelitian ini berhasil mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi konflik
peran dan perilaku etis akuntan manajemen dan kepuasan kerja. Pemahaman kode
etik, komitmen organisasional dan model peran mempengaruhi perilaku etis akuntan
manajemen. Sedangkan prinsip moral tidak mempengaruhi perilaku etis akuntan
manajemen.
Sedangkan
pemahaman kode etik, prinsip moral tidak mempengaruhi secara signifikan konflik
peran. Faktor-faktor komitmen organisasional dan model peran yang justru
mempengaruhi konflik peran. Sedangkan perilaku etis mempengaruhi kepuasan kerja
sedangkan konflik peran tidak mempengaruhi kepuasan kerja akuntan manajemen.
No comments:
Post a Comment