KATA PENGANTAR
Terlebih dahulu kami memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang maha Esa atas segala berkat dan hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan sebagai makalah untuk Matakuliah Pengantar Bisnis 1 Fakultas Ekonomi Uuniversitas Gunadarma. Makalah yang diberi judul Membuka Jenis Usaha Waralaba ini membahas tentang segala hal berkaitan dengan waralaba.
Walaupun kami telah berusaha untuk mempelajari dan memahami segala aspek yang diperlukan untuk penulisan suatu makalah, namun kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon saran dan pendapat untuk kesempurnaan makalah ini. Demikian dari kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penyusun
Oktober 2010
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan
Metode Penelitian
Sistematika Penulisan
ISI
Sejarah Waralaba
Pengertian Waralaba
Hak Kekayaan Intelektual dalam pemberian Waralaba
Konsep Waralaba dalam Hukum Indonesia
Contoh Waralaba di Indonesia
PENUTUP
Kesimpulan
REFERENSI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Franchising (pewaralabaan) pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat. Dengan demikian, franchising bukanlah sebuah alternatif melainkan salah satu cara yang sama kuatnya, sama strategsinya dengan cara konvensional dalam mengembangkan usaha. Bahkan sistem franchise dianggap memiliki banyak kelebihan terutama menyangkut pendanaan, SDM dan managemen, kecuali kerelaan pemilik merek untuk berbagi dengan pihak lain. Franchising juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif untuk mendekatkan produk kepada konsumennya melalui tangan-tangan franchisee.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah perkembangan waralaba?
2. Apakah pengertian dari waralaba?
3. Apa yang dimaksud dengan Hak Kekayaan Intelektual dalam pemberian Waralaba?
4. Bagaimanakah konsep waralaba dalam hukum Indonesia?
5. Apa salah satu contoh dari waralaba di Indonesia?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Awal mula sejarah perkembangan waralaba.
2. Definisi dari waralaba.
3. Mengetahui Hak Kekayaan Intelektual dalam Pemberian Waralaba.
4. Memahami konsep waralaba dalam hukum Indonesia
5. Mengambil saatu contoh dari waralaba di Indonesia.
D. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelusuran internet.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Perumusan Masalah
3. Tujuan Penulisan
4. Jenis Penelitian dan Metode Analisis
5. Sistematik Penulisan
B. ISI
1. Sejarah Waralaba
2. Pengertian Waralaba
3. Hak Kekayaan Intelektual dalam pemberian Waralaba
4. Konsep Waralaba dalam Hukum Indonesia
5. Contoh Waralaba di Indonesia
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
BAB II
ISI
A. SEJARAH WARALABA
Franchise pertama kali dimulai di Amerika oleh Singer Sewing Machine Company, produsen mesin jahit Singer pada 1851. Pola itu kemudian diikuti oleh perusahaan otomotif General Motor Industry yang melakukan penjualan kendaraan bermotor dengan menunjuk distributor franchise pada tahun 1898. Selanjutnya, diikuti pula oleh perusahaan-perusahaan soft drink di Amerika sebagai saluran distribusi di AS dan negara-negara lain. Sedangkan di Inggris waralaba dirintis oleh J Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg pada dekade 60an.
Di Indonesia franchise dikenal sejak era 70an ketika masuknya Shakey Pisa, KFC, Swensen dan Burger King. Perkembangannya terlihat sangat pesat dimulai sekitar 1995. Data Deperindag pada 1997 mencatat sekitar 259 perusahaan penerima waralaba di Indonesia. Setelah itu, usaha franchise mengalami kemerosotan karena terjadi krisis moneter. Para penerima waralaba asing terpaksa menutup usahanya karena nilai rupiah yang terperosok sangat dalam. Hingga 2000, franchise asing masih menunggu untuk masuk ke Indonesia. Hal itu disebabkan kondisi ekonomi dan politik yang belum stabili ditandai dengan perseteruan para elit politik. Barulah pada 2003, usaha franchise di tanah air mengalami perkembangan yang sangat pesat.
B. PENGERTIAN WARALABA
Masing-masing negara memiliki definisi sendiri tentang waralaba. Amerika melalui International Franchise Association (IFA) mendefinisikan franchise sebagai hubungan kontraktual antara franchisor dengan franchise, dimana franchisor berkewajiban menjaga kepentingan secara kontinyu pada bidang usaha yang dijalankan oleh franchisee misalnya lewat pelatihan, di bawah merek dagang yang sama, format dan standar operasional atau kontrol pemilik (franchisor), dimana franchisee menamankan investasi pada usaha tersebut dari sumber dananya sendiri.
Sedangkan menurut British Franchise Association sebagai garansi lisensi kontraktual oleh satu orang (franchisor) ke pihak lain (franchisee) dengan:
1. Mengijinkan atau meminta franchisee menjalankan usaha dalam periode tertentu pada bisnis yang menggunakan merek yang dimiliki oleh franchisor.
2. Mengharuskan franchisor untuk melatih kontrol secara kontinyu selama periode perjanjian.
3. Mengharuskan franchisor untuk menyediakan asistensi terhadap franchisee pada subjek bisnis yang dijalankan—di dalam hubungan terhadap organisasi usaha franchisee seperti training terhadap staf, merchandising, manajemen atau yang lainnya.
4. Meminta kepada franchise secara periodik selama masa kerjasama waralaba untuk membayarkan sejumlah fee franchisee atau royalti untuk produk atau service yang disediakan oleh franchisor kepada franchisee.
Sejumlah pakar juga ikut memberikan definisi terhadap waralaba. Campbell Black dalam bukunya Black’s Law Dict menjelaskan franchise sebagai sebuah lisensi merek dari pemilik yang mengijinkan orang lain untuk menjual produk atau service atas nama merek tersebut.
David J.Kaufmann memberi definisi franchising sebagai sebuah sistem pemasaran dan distribusi yang dijalankan oleh institusi bisnis kecil (franchisee) yang digaransi dengan membayar sejumlah fee, hak terhadap akses pasar oleh franchisor dengan standar operasi yang mapan dibawah asistensi franchisor.
Sedangkan menurut Reitzel, Lyden, Roberts & Severance, franchise definisikan sebagai sebuah kontrak atas barang yang intangible yang dimiliki oleh seseorang (franchisor) seperti merek yang diberikan kepada orang lain (franchisee) untuk menggunakan barang (merek) tersebut pada usahanya sesuai dengan teritori yang disepakati.
Selain definisi menurut kacamata asing, di Indonesia juga berkembang definisi franchise. Salah satunya seperti yang diberikan oleh LPPM (Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen), yang mengadopsi dari terjemahan kata franchise. IPPM mengartikannya sebagai usaha yang memberikan laba atau keuntungan sangat istimewa sesuai dengan kata tersebut yang berasal dari wara yang berarti istimewa dan laba yang berarti keuntungan.
Sementara itu, menurut PP No.16/1997 waralaba diartikan sebagai perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa. Definisi inilah yang berlaku baku secara yuridis formal di Indonesia.
C. HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PEMBERIAN WARALABA
Dalam pemberian waralaba senantiasa terkait pemberian hak untuk menggunakan dan atau memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual tertentu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk:
1. merek, baik yang meliputi merek dagang maupun merek jasa, ataupun indikasi asal (indication of origin) tertentu; dan
2. suatu bentuk format, formula, ciri khas, metode, tata cara, prosedur, sistem dan lain sebagainya yang bersifat khas yang terkait dengan, dan yang tidak dapat dipisahkan dari setiap output atau produk yang dihasilkan dan selanjutnya dijual, diserahkan atau diperdagangkan dengan mempergunakan merek dagang, merek jasa atau indikasi asal tersebut di atas, yang dinamakan dengan Rahasia Dagang.
Dari kedua jenis Hak Kekayaan Intelektual tersebut, selalu dan senantiasa terdapat unsur pembeda antara waralaba yang satu dengan waralaba yang lainnya. Unsur pembeda tersebut terletak dalam sifat, bentuk dan jenis Hak Kekayaan Intelektual yang diwaralabakan.
Dalam pemberian lisensi Merek, sudah dengan tegas menyebutkan bahwa Merek yang dilisensikan adalah Merek yang harus mempunyai perbedaan dengan merek-merek lainnya yang telah terdaftar pada Kantor Merek dan karenanya memperoleh perlindungan dalam hukum tersendiri. Merek-merek yang tidak terdaftar, selama belum dilakukan pendaftaran oleh pihak lain masih dapat dipergunakan secara bebas, namun dengan batasan bahwa segera setelah merek-merek tersebut telah didaftarkan, maka tidak ada hak lagi bagi pihak lain untuk mempergunakan merek tersebut selain pemilik terdaftar dan mereka yang memperoleh hak lebih lanjut
Selanjutnya dalam konteks pemberian hak penggunaan Rahasia Dagang, maka Rahasia Dagang tersebut haruslah merupakan sesuatu yang unik, yang berbeda dari bentuk-bentuk format, formula, ciri khas, metode, tata cara, prosedur, sistem dan hal-hal yang bersifat khas lainnya, serta memiliki nilai jual secara komersial. Rahasia Dagang yang tidak memiliki keunikan tertentu yang dapat dibedakan dari hal-hal sejenisnya atau hanya terdiri dari serangkaian proses dari informasi yang telah tersedia untuk umum dan dapat diselenggarakan, dilaksanakan oleh setiap orang tanpa perlu bantuan atau bimbingan khusus jelas bukanlah Rahasia Dagang
Uraian dan penjelasan yang telah diberikan di atas memperlihatkan bahwa waralaba dalam perspektif Hak Kekayaan Intelektual adalah juga suatu pemberian lisensi atau hak untuk memanfaatkan, menggunakan secara bersama-sama dua jenis Hak Kekayaan Intelektual tertentu, yaitu Merek (termasuk merek dagang, merek jasa dan indikasi asal) dan Rahasia Dagang. Hak pemanfaatan dan penggunaan kedua jenis Hak Kekayaan Intelektual tersebut tidak dapat dipisahkan. Dalam hal Hak Kekayaan Intelektual yang diberikan hanyalah hak untuk menjual atau mendistribusikan produk barang atau jasa dengan menggunakan merek tertentu saja, yang tidak disertai dengan kewenangan dan atau tindakan untuk melakukan suatu hal tertentu baik dalam bentuk pengelolaan atau pengolahan lebih lanjut yang memberikan tambahan nilai pada produk barang yang dijual tersebut, maka hal yang demikian tidak jauh berbeda dari suatu bentuk pendistribusi barang,
Dengan pandangan bahwa dalam waralaba juga terkait dengan pemberian lisensi Hak Kekayaan Intelektual dalam bentuk Merek dan Rahasia Dagang, maka ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kedua Hak Kekayaan Intelektual tersebut, termasuk pemberian lisensinya sangatlah perlu diperhatikan. Hal tersebut diperlukan untuk menciptakan dan memberikan kepastian dalam berusaha tidak hanya bagi Pemberi Waralaba melainkan juga Penerima Waralaba.
D. KONSEP WARALABA DALAM HUKUM INDONESIA
Ketentuan Pasal 1 butir 1 PP Waralaba memberikan pengertian waralaba sebagai berikut: Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan atau penjualan barang dan atau jasa.
Rumusan tersebut di atas tidak jauh berbeda dari rumusan yang diberikan dalam Pasal 1 butir 1 KepMen Waralaba yang berbunyi: Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa.
Rumusan pengeritan mengenai waralaba yang diberikan dalam PP Waralaba dan KepMen Waralaba tersebut dengan tegas menyatakan bahwa pemberian waralaba adalah suatu bentuk pemberian hak dan atau kewenangan dari satu pihak tertentu (Pemberi Waralaba) kepada pihak lainnya (Penerima Waralaba) untuk suatu jangka waktu tertentu, menjalankan usaha, termasuk menjual atau memperdagangkan produk-produk dalam bentuk barang dan jasa, dengan memanfaatkan atau mempergunakan Hak Kekayaan Intelektual, dengan imbalan dalam bentuk pembayaran royalty, sebagaimana diatur dalam perjanjian waralaba tersebut.
Pasal 1 butir 1 PerMen Waralaba yang menggantikan KepMen Waralaba memberikan definisi waralaba sebagai berikut: Waralaba (Franchise) adalah perikatan antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dimana Penerima Waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/ atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba.
Rumusan dalam Pasal 1 butir 1 PerMen Waralaba dengan jelas dan tegas menambahkan rumusan kata-kata “dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan”. Hal ini pada pokoknya hendak merefleksikan bahwa kegiatan waralaba adalah kegiatan yang berkesinambungan, yang memerlukan dan menghasilkan output yang secara terus menerus dapat dipertanggungjawabkan secara bersama oleh Penerima Waralaba dan Pemberi Waralaba. Tanpa adanya dukungan dan pemberian bantuan secara terus menerus oleh Pemberi Waralaba, Penerima Waralaba, dalam pelaksanaan waralabanya mungkin saja menghasilkan output yang dari waktu ke waktu dapat berbeda dengan harapan Pemberi Waralaba. Homogenitas dalam seluruh rangkaian “produksi”, mulai dari bahan baku, bahan pembantu, sarana, prasarana dan bentuk-bentuk masukan (input) lainnya, proses, prosedur, keahlian sumber daya manusia yang sepadan hingga hasil akhir (output) berupa produk barang dan atau jasa yang memberikan rasa kepuasan, kenikmatan dan hasil yang sepadan, merupakan sasaran utama dari suatu pemberian waralaba.
Dengan demikian maka pada prinsipnya, penyelenggaraan waralaba tidak jauh berbeda dengan pembukaan kantor cabang. Hanya saja dalam pembukaan kantor cabang segala sesuatu didanai dan dikerjakan sendiri, sedangkan pada waralaba penyelenggaraan perluasan usaha tersebut didanai dan dikerjakan oleh pihak lain yang dinamakan Penerima Waralaba atas risiko dan tanggung jawabnya sendiri, dalam bentuk usaha sendiri, namun sesuai dengan arahan dan instruksi serta petunjuk Pemberi Waralaba. Pada sisi lain waralaba juga tidak berbeda jauh dari bentuk pendistribusian dalam kegiatan perdagangan barang dan atau jasa. Keduanya mempergunakan Hak Kekayaan Intelektual yang sama, milik Pemberi Waralaba atau Prinsipal (dalam bentuk kegiatan distribusi). Hanya saja distributor menyelenggarakan sendiri kegiatan penjualannya, sedangkan dalam pemberian waralaba, Penerima Waralaba melaksanakan segala sesuatunya berdasarkan pada “arahan” atau “petunjuk” atau “instruksi” yang telah ditetapkan atau digariskan oleh Pemberi Waralaba.
E. CONTOH WARALABA DI INDONESIA
Contoh perusahaan waralaba yang kami jelaskan di sini adalah D’Cost. D’Cost telah berkembang di Indonesia sejak lama dan telah memiliki sebanyak 34 outlet yang tersebar di seluruh Indonesia dan diperkirakan akan terus bertambah.
Dalam menjalankan usahanya, D’Cost menawarkan berbagai menu masakan, khususnya masakan seafood. Untuk menjaga kenyamanan para pelanggannya, D’Cost dilengkapi dengan sistem antrian komputer, tempat dan toilet yang nyaman dan bersih serta ber-AC, sistem telekomunikasi internet dalam memudahkan pelayanan yang efektif dan efisien, serta bekapasitas lebih dari 300 orang. D’Cost berlokasi strategis dan memiliki lapangan parkir yang cukup luas memudahkan para pelanggan untuk mengakses lokasi.
Dengan motto “Mutu Bintang 5 – Harga Kaki 5”, D’Cost membuktikannya dengan cara menerapkan motto tersebut secara langsung di setiap outletnya. Kebijakan harga yang ditetapkan D’Cost memungkinkan para pelanggan untuk mendapatkan produknya dengan harga yang relatif murah dan terjangkau.
D’Cost memandang karyawan-karyawannya sebagai mitra, mereka mendapatkan gaji di atas rata-rata serta ditambah dengan bonus insentif variabel bulanan membuat mereka sangat termotivasi. Mereka menikmati tamu yang selalu datang silih-berganti. D’Cost sangat memperhatikan kebutuhan setiap para pelanggannya dalam upaya D’Cost untuk menjadi restoran pilihan para pelanggannya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Franchising (pewaralabaan) pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat. Franchising bukanlah sebuah alternatif melainkan salah satu cara yang sama kuatnya, sama strategsinya dengan cara konvensional dalam mengembangkan usaha. Pada prinsipnya, penyelenggaraan waralaba tidak jauh berbeda dengan pembukaan kantor cabang. Pada sisi lain waralaba juga tidak berbeda jauh dari bentuk pendistribusian dalam kegiatan perdagangan barang dan atau jasa. Keduanya mempergunakan Hak Kekayaan Intelektual yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Salam Franchise (Waralaba) Indonesia:
http://salamfranchise.com/2008/04/08/franchise-dalam-perspektif-hak-kekayaan-intelektual/
http://salamfranchise.com/2008/03/03/franchise-di-indonesia-dan-pengertiannya/
TIM PENYUSUN
1EB01
Dhony Aditya (21210942)
Inung Pratidina (23210578)
Nur Rachman Ismail Erospati Wicaksono (29210304)